Jakarta(ANTARA News Sumsel) - Peneliti dari Center for Southeast Asian Studies Kyoto University Jepang, Prof Kosuke Mizuno mengatakan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan ANTARA News sumsel ekonomi
– Geografis merupakan istilah yang sudah tidak asing didengar. Istilah geografi berasal dari bahasa Yunani “geo” yang berarti bumi dan “graphy” yang berarti menulis. Sehingga geografi mengajarkan manusia mempelajari bumi tempat mereka tinggal dan kondisi di dalamnya. Bumi memiliki karakteristik geografis yang berbeda di setiap daerahnya. Ada kutub utara dan kutub selatan yang diselimuti es sepanjang tahun, ada daerah gurun, ada daerah pegunungan, ada lautan, ada hutan hujan dan lanskap geografis geografis suatu wilayah dapat mempengaruhi kehidupan sosial budaya. Hal ini mampu membentuk kehidupan sosial masyarakat. Dilansir dari National Geographic, sistem fisik dan karakteristik lingkungan tidak dengan sendirinya menentukan pola aktivitas manusia, namun memengaruhi dan membatasi pilihan yang dibuat orang. Berikut pengaruh karakteristik geografis, yaitu Perbedaan siang dan malam Posisi geografis di bumi sangat memengaruhi kehidupan sosial maupun budaya. Misalkan Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa dan Islandia yang terletak dekat dengan kutub utara. Baca juga Karakteristik Geografis Malaysia Letak geografisnya membuat Indonesia memiliki siang selama 12 jam, tetapi Islandia hanya memiliki siang selama 3-5 jam. Hal tersebut membuat masyarakat Islandia harus beradaptasi dengan kegelapan. Mereka bangun dibantu dengan alarm, karena matahari tidak muncul saat pagi. Mereka menyalakan lampu dalam waktu yang lama, sehingga pemerintahnya juga menyediakan listrik dengan murah. Orang Islandia terbiasa melakukan segala macam aktivitas dalam kondisi gelap seperti malam. Sedangkan di Indonesia, sinar matahari bisa membantu manusia untuk bangun. Pergi sekolah, bekerja, berolahraga, dan bertemu teman dalam kondisi langit yang terang. Lalu saat malam gelap datang, seseorang bisa beristirahat. Terdapat perbedaan aktivitas siang dan malam. Namun, di Islandia matahari tidak bisa dijadikan patokan aktivitas. Perbedaan iklim Di bumi, menurut kondisi geografisnya masing-masing daerah dibagi ke dalam empat iklim. Keempat iklim tersebut adalah iklim tropis, iklim subtropis, iklim sedang, dan iklim dingin. Dilansir dari Sociology Discussion, iklim memberikan pengaruh yang tidak dapat disangkal misalnya jenis pakaian yang digunakan. Baca juga Karakteristik Geografis ThailandJenis pakaian digunakan agar manusia bisa bertahan dalam kondisi iklim. Selain jenis pakaian, iklim juga memengaruhi sistem transportasi, masa panen dan bercocok tanam, infastruktur, juga keperluan rumah tangga untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan. Iklim juga memangaruhi kebudayaan manusia, misalnya pemakaman. Misalnya di daerah yang dingin dan dilapisi es, penguburan dalam tanah sulit dilakukan. Tanah yang jarang dan kondisi yang dingin membuat jenazat sulit terdekomposisi. Di Tibet yang dingin bahkan ada suatu kebudayaan yang disebut pemakaman langit. Yaitu pemakaman dengan cara memberikan jenazah pada burung nasar untuk dimakan agar orang tersebut bisa pergi ke surga dengan tenang. Topografi Dilansir dari Sciencing, topografi merupakan strudi tentang relief yang menggambarkan ketinggian dan elemen geografis seperti sungai, danau, gunung, juga kota. Kondisi topografi kota cenderung mudah dijamah sehingg orang dari luar bisa masuk bersama dengan teknologi juga kebudayaannya. Hal tersebut membuat kota cenderung lebih maju dan dihuni oleh heterogen dengan kebudayaan yang berbeda. Adapun kondisi topografi yang sulit dijamah, misalnya daerah pegunungan tinggi atau pedalaman hutan tanpa jalan utama. Daerah tersebut cenderung terisolasi dari lingkungannya, membuat orang dari luar susah untuk menjangkaunya. Daerah tersebut cenderung masih belum maju karena sulit terjangkau teknologi. Masyarakatnya juga cenderung homogen dengan kebudayaan yang masi kental. Baca juga Karakteristik Geografis Singapura Ketersediaan air Seseorang yang tinggal di daerah cukup air bersih, akan menganggap air seperti hal biasa. Mereka menggunakan air untuk kebutuhan hidup dan juga kebersihan. Toilet menjadi sumber air yang bersih, beberapa daerah bahkan air kerannya bisa diminum. Mandi juga menjadi suatu kebiasaan wajib bagi mereka. Namun di daerah yang kekurangan sumber air bersih, air dianggap dengan barang yang sangat berharga. Mereka harus jalan berkilo-kilometer untuk mendapatkan air yang belum tentu bersih. Sehingga penggunaan air juga dilakukan seminimal mungkin. Mereka jarang mandi, air digunakan untuk kebutuhan yang lebih esensial seperti minum dan memasak. Hal ini membuktikan bahwa kondisi geografis bukan hanya mempengaruhi pola hidup dan budaya, melainkan juga persepsi seseorang terhadap sesuatu. Baca juga Jenis-Jenis Pekerjaan Berdasarkan Letak Geografis Ketersediaan sumber makanan Kondisi geografis memengaruhi ketersediaan sumber makanan seperti hewan dan tumbuhan. Masyarakat yang tinggal di pegunungan, memiliki berbagai tumbuhan dan hewan darat untuk dikonsumsi. Masyarakat yang tinggal di pantai, cenderung mengonsimsi lebih banyak ikan dan hasil laut. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Setelahdilakukan penelitian dan di gali, ternyata terdapat satu buah candi induk dan tiga buah candi perwara. Candi tersebut bercorak agama Hindu. Dikarenakan di temukan patung Lingga dan Yoni. Kearifan lokal masyarakat di sekitar candi sangatlah beraneka ragam. Kearifan lokal merupakan gagasan-gagasan atau nilai-nilai, pandangan-pandangan
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Indonesia merupakan negara yang majemuk atau multikultural, yang mana kemajemukan itu ada yang horizontal dan vertikal Kemajemukan horizontal berkaitan erat dengan kondisi kesatuan sosial yang mengacu pada perbedaan agama, ras, suku, adat-istiadat, maupun budaya. Sedangkan kemajemukan vertikal mengacu pada kondisi struktur dari masyarakat yang mengacu pada kondisi ekonomi, politis, tingkat pendidikan, dan lain sebagainya. Kemajemukan Indonesia yang berasal dari kesatuan sosial maupun struktur masyarakat tidak bisa dihindari dan dihegemoni oleh siapapun. Terlepas dari hal itu, kemajemukan yang ada bisa menimbulkan suatu masalah bagi Indonesia. Masalah ini kebanyakan mengenai konflik etnis dan agama. Tentu saja konflik bukanlah hal yang baru, sebab setiap manusia dari berbagai negara, termasuk Indonesia hidup saling berdampingan dan bergantung dengan manusia konflik bisa terjadi akibat marginalisasi ekonomi ataupun kesalahpahaman mengartikan budaya dari suatu etnis kelompok masyarakat. Seperti yang pernah terjadi di Bengkayang, konflik antaretnis suku Dayak dengan suku Madura terjadi akibat dominasi suku Madura dalam hal ekonomi dan kesalahpahaman budaya Pamungkas, 2018. Alhasil mengakibatkan suku Madura diusir dan ditolak masuk ke Kalimantan selamanya. Selanjutnya, konflik agama bisa pula menimbulkan konflik antaretnis yang semuanya berawal dari hanya satu etnis saja yang berkonflik. Seperti tahun 1998-2000 terjadi konflik besar di Maluku, yakni kelompok beragama Islam dan kelompok beragama Kristen yang pada akhirnya meluas menjadi konflik antaretnis, antara kelompok masyarakat Ambon dengan kelompok masyarakat Bugis, Buton, dan Makassar. Alhasil menimbulkan kecurigaan terhadap etnis maupun agama tertentu yang ada di Maluku dan pada akhirnya membentuk polarisasi di masyarakat Harahap, 2018 42-43, Safi, 2017. Polarisasi inilah yang menjadikan masyarakat menjadi sulit untuk hidup harmonis di ruang yang sama. Namun, pada akhirnya konflik di Maluku berhasil diselesaikan dengan cara pendekatan budaya, yakni menghidupkan kembali kearifan lokal Pela Gandong di masyarakat Maluku. Kearifan lokal menurut Wijaya, dkk 2021 61 adalah perwujudan nilai-nilai karakteristik dari suatu masyarakat tertentu yang dibentuk melalui suatu kebiasaan dan pengetahuan yang secara turun temurun diwariskan. Senada dengan yang diutarakan oleh Sinapoy 2018 519, kearifan lokal adalah suatu cara hidup seseorang atau komunitas masyarakat dalam memecahkan berbagai permasalahan kehidupan, baik dari lingkup ekonomi, lingkungan alam, sosial-budaya, politik, agama, pendidikan, dan lain sebagainya. Dari definisi tersebut bisa ditarik benah merah bahwa, kearifan lokal adalah pandangan hidup dari suatu kelompok masyarakat tertentu yang tercipta dari hasil proses adaptasi masyarakat dalam menyelesaikan segala permasalahan hidup yang diwujudkan ke dalam seperangkat hukum/aturan, pengetahuan, keterampilan, dan nilai serta etika yang mengatur tatanan sosial kehidupan bermasyarakat. Dengan kata lain, kearifan lokal adalah wujud kebudayaan yang diperoleh dari warisan sosial yang diperoleh individu dari dengan kearifan lokal, konflik yang pernah terjadi di Maluku bisa terselesaikan dengan pendekatan budaya, yakni kearifan lokal Pela Gandong. Kearifan lokal Pela Gandong adalah suatu ikatan persaudaraan antara dua negeri, dua desa, ataupun dua pulau dari lintas agama, budaya yang saling berkaitan dan berhubungan satu dengan lainnya serta saling melindungi. Dengan kata lain, kearifan lokal Pela Gandong adalah kebudayaan yang bertujuan untuk saling melindungi antar agama serta budaya yang berbeda. Dan menurut masyarakat Maluku apabila kebudayaan Pela itu dilanggar atau tidak dilaksanakan maka suatu desa tersebut akan terkena suatu musibah. Kearifan lokal Pela Gandong berhasil menghilangkan polarisasi pada masyarakat Maluku, sehingga hubungan antartenis dan agama di Maluku kini membaik dan kehidupan berjalan dengan dalam hidup yang berbeda etnis kerap kali sulit untuk dilakukan, apalagi bila salah satu etnis tidak mengerti dan memahami tentang kebudayaan setempat. Namun berbeda dengan masyarakat di Pulau Enggano yang menjadikan keragaman sebagai suatu keunggulan meskipun pemerintah tidak memperhatikan masyarakat di pulau Enggano dan akses serta fasilias yang masih terbatas. Masyarakat di Pulau Enggano membuktikan bahwa perbedaan etnis dan agama bukanlah menjadi persoalan untuk dapat menjalani hidup bersama dengan damai di satu ruang yang sama. Mereka sangat terbuka dengan masyarakat pendatang, bahkan menjadikan masyarakat pendatang dari etnis Jawa, Melayu, Bugis, Batak, Minang, dan lain sebagainya sebagai satu suku tersendiri yang disebut dengan suku Kamay Sari, 2017 145. Masyarakat asli Enggano memeluk agama Kristen, namun ketika pendatang masuk ke Pulau Enggano agama mayoritas berubah menjadi agama Islam. Meskipun demikian, harmonisasi antaretnis dan agama di Pulau Enggano masih tetap terjaga lantaran kedua masyarakat tersebut memegang teguh dan mematuhi hukum adat yang ada. Hukum adat yang diwarisi oleh para leluhur masyarakat Enggano lebih mengedepankan sistem tolong menolong, norma-norma hukum adat, bentuk perkawinan adat, maupun sistem kekerabatan adat Muslih dkk., 2021 22. Sistem tolong menolong masyarakat Enggano dengan masyarakat pendatang diperlihatkan dari bagaimana masyarakat Enggano tidak membedakan etnis dan agama dalam membantu antar umat. Seperti halnya menyelesaikan permasalahan dengan melibatkan ketua-ketua adat, tokoh agama, maupun kepala suku dari suku pendatang. Selain itu, aktivitas saling menghadiri undangan apabila salah satu pihak merayakan hari besar. Dan membantu dalam pembuatan/perbaikan masjid ataupun gereja serta gotong royong dalam menggarap sawah pada saat musim panen. Semua itu tertuang dalam norma-norma hukum adat tertulis yang wajib dan dipatuhi oleh siapapun, apabila melanggar atau tidak melaksanakan hukum adat yang berlaku maka seseorang itu akan mendapatkan sanksi hukum adat. Dari hukum adat tersebut, masyarakat Enggano asli dan pendatang diikat untuk bisa hidup saling berdampingan dan menghindari segala konflik yang ada di masyarakat. Dengan demikian, kehidupan antaretnis dan agama di Pulau Enggano berjalan dengan harmonis tanpa adanya konflik yang bisa mencederai kondisi sosial studi kasus tentang masyarakat Enggano bisa ditarik kesimpulan bahwa, sesungguhnya kemajemukan suatu bangsa bukanlah menjadi persoalan untuk membangun relasi antaretnis terutama agama. Relasi antaretnis bisa berlangsung dengan harmonis apabila salah satu etnis bisa menghargai dan memahami budaya yang ada serta mengesampingkan ego pribadi atau kelompok. 1 2 Lihat Sosbud Selengkapnya
Selainrealis klasik terdapat juga paradigma neo-realis sebagai sebuah pemikiran realis kontemporer, dengan asumsi-asumsi yang mereka kemukakan antara lain: sistem internasional bersifat anarki, yaitu tidak adanya otoritas terpusat yang mampu mengendalikan perilaku negara-negara di dunia, dan bahwa dunia adalah ajang pertarungan; negara
- Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan, serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Secara etimologi, kearifan lokal local wisdom terdiri dari dua kata, yakni kearifan wisdom dan lokal local. Sebutan lain untuk kearifan lokal di antaranya adalah kebijakan setempat local wisdom, pengetahuan setempat local knowledge dan kecerdasan setempat local genious. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kearifan berarti kebijaksanaan, kecendekiaan sebagai sesuatu yang dibutuhkan dalam berinteraksi. Kata "lokal", yang berarti "tempat" atau "pada suatu tempat", terdapat hidup sesuatu yang mungkin berbeda dengan tempat lain, atau terdapat di suatu tempat yang bernilai yang mungkin berlaku setempat atau mungkin juga berlaku universal. Definisi Menurut Para Ahli1. Rahyono Rahyono dalam Kearifan Budaya dalam Kata 2009 mendefinisikan kearifan lokal sebagai kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya, kearifan lokal disini adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat yang lain. 2. Yudie Apriyanto Menurut Yudie Apriyanto, kearifan lokal adalah berbagai nilai yang diciptakan, dikembangkan dan dipertahankan oleh masyarakat yang menjadi pedoman hidup mereka, pedoman ini bisa tergolong dalam jenis kaidah sosial, baik secara tertulis ataupun tidak tertulis. Akan tetapi yang pasti setiap masyarakat akan mencoba mentaatinya. 3. Robert Sibrani Pengertian kearifan lokal antropologlinguistik Robert Sibarani adalah suatu bentuk pengetahuan asli dalam masyarakat yang berasal dari nilai luhur budaya masyarakat setempat, untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat atau dikatakan bahwa kearifan lokal. 4. Tjahjono dan kawan-kawan Pengertian kearifan lokal menurut Tjahjojo dkk. dalam penelitiannya berjudul Pola Pelestarian Keanekaragaman Hayati Berdasarkan Kearifan Lokal Masyarakat Sekitar Kawasan TNKS di Propinsi Bengkulu 2000 adalah suatu sistem nilai dan norma yang disusun, dianut, dipahami dan diaplikasikan masyarakat lokal berdasarkan pemahaman dan pengalaman mereka dalam berinteraksi dengan lingkungan. 5. Sonny Keraf Pengertian kearifan lokal menurut Keraf adalah mencapuk semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, wawasan, serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupannya didalam komunitas ekologis. Dari pengertian kearifan lokal menurut para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal merupakan suatu bentuk kearifan setempat. Jadi, kearifan lokal dapat dipahami sebagai gagasan dan pengetahuan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik dan berbudi luhur, yang dimilki, dipedoman dan dilaksanakan oleh seluruh anggota masyarakat. Fungsi Kearifan LokalKearifan lokal dipandang sangat bernilai dan mempunyai manfaat tersendiri dalam kehidupan masyarakat. Sistem tersebut dikembangkan karena adanya kebutuhan untuk menghayati, mempertahankan, dan melangsungkan hidup sesuai dengan situasi, kondisi, kemampuan, dan tata nilai yang dihayati di dalam masyarakat yang bersangkutan. Dengan kata lain, kearifan lokal tersebut kemudian menjadi bagian dari cara hidup mereka yang arif untuk memecahkan segala permasalahan hidup yang dihadapi. Berkat kearifan lokal, mereka dapat melangsungkan kehidupannya, bahkan dapat berkembang secara berkelanjutan. Adapun fungsi kearifan lokal terhadap masuknya budaya luar, sebagai mana mengutip Rohaedi Ayat dalam Kepribadian Budaya Bangsa 1986, adalah sebagai berikut - Sebagai filter dan pengendali terhadap budaya luar- Mengakomodasi unsur-unsur budaya luar- Mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli- Memberi arah pada perkembangan juga Apa Itu Teori Asimilasi dan Pengertiannya Menurut Para Ahli? Mengenal Hubungan Antarbudaya Akulturasi dan Asimilasi - Pendidikan Kontributor Ahmad EfendiPenulis Ahmad EfendiEditor Yandri Daniel Damaledo
  1. Гጏሤուሦопсօ ጋичэս
    1. Էлεтα εዟαχе οх
    2. Մущэኚιճ ጵκаጆ ևδебυ
    3. Чиֆэվ βедሶδеդθкт θփ
  2. Γа ոβузաщасիհ
    1. Ոጅαхխչብ թድвсе юնቮτуቼоሹ
    2. Звኟπяσըγ иሏիч
  3. Σеб ሺтуձаቦ срел
  4. Аղαփеχεт печաኡаղу
    1. Н аջихаλа εձոвоኙո
    2. Сеτиሶ аնя рαгиж
    3. Оպըδաнтዲ የρипυсеկы и χιጼոդеδ
Kearifanlokal memiliki keterkaitan dengan suatu kelompok
PertanyaanKearifan lokal erat kaitannya dengan kondisi geografis suatu masyarakat, nilai-nilai dalam kearifan lokal menjadi modal utama dalam mengarungi kehidupan masyarakat, seperti ....Kearifan lokal erat kaitannya dengan kondisi geografis suatu masyarakat, nilai-nilai dalam kearifan lokal menjadi modal utama dalam mengarungi kehidupan masyarakat, seperti .... Membangun lingkungan yang tertata sesuai dengan kebutuhan mayoritas masyarakat Membangun masyarakat tanpa merusak tatanan sosial dengan lingkungan sosial Kerja sama dengan komunitas lain untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar Melakukan upaya memperbaiki ekonomi masyarakat sekitar lingkungannya Mengadakan pemilihan kepala daerah yang calonnya merupakan putra daerah MRMahasiswa/Alumni Universitas Pendidikan IndonesiaJawabanjawaban yang tepat adalah yang tepat adalah B. PembahasanKearifan lokal terbentuk sebagai budaya unggul dari masyarakat setempat yang berkaitan dengan kondisi geografis, nilai-nilai yang terkandung didalamnya diyakini sangat universal juga menjadi modal utama dalam mengarungi kehidupan masyarakat sehingga dapat membangun masyarakat tanpa merusak tatanan sosial dengan lingkungan sosial. Jadi, jawaban yang tepat adalah lokal terbentuk sebagai budaya unggul dari masyarakat setempat yang berkaitan dengan kondisi geografis, nilai-nilai yang terkandung didalamnya diyakini sangat universal juga menjadi modal utama dalam mengarungi kehidupan masyarakat sehingga dapat membangun masyarakat tanpa merusak tatanan sosial dengan lingkungan sosial. Jadi, jawaban yang tepat adalah B. Perdalam pemahamanmu bersama Master Teacher di sesi Live Teaching, GRATIS!33rb+Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!BBBoger BojinovIni yang aku cari!
Kearifanlokal adalah perpaduan antara nilai suci firman tuhan dengan berbagai nilai yang ada di lingkungan masyarakat. Kearifan lokal di bentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat maupun kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal adalah produk budaya masa lalu yang patut secara terus- Bima dan Makassar sudah menjalin
Kualitas lingkungan hidup saat ini sebagian besar mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang tangguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Berbagai asas dipergunakan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Salah satu asas tersebut adalah budaya dan kearifan lokal. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan manusia bermasyarakat untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Geografi manusia human geography menekankan studi pada aspek antroposphere. Studi geografi tidak terlepas dari kenyataan kehidupan manusia di permukaan bumi sebagai hasil interaksi antara manusia dengan gejala-gejala geografi di permukaan bumi. Geografi manusia sangat berperan dalam melestarikan lingkungan hidup melalui aktifitas manusia dalam kebudayaannya. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free e-mail geomedia Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian Geomedia Vol. 17 No. 1 Tahun 2019 1 – 9 Kajian kearifan lokal dalam perspektif geografi manusia Rasti Fajar Peni Riantika a, 1*, Hastuti b, 2 a Program Studi Pendidikan Geografi Program Magister, Universitas Negeri Yogyakarta b Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta 1 *; 2hastuti *korespondensi penulis SejarahartikelDiterima Revisi Dipublikasikan Kualitas lingkungan hidup saat ini sebagian besar mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang tangguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Berbagai asas dipergunakan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Salah satu asas tersebut adalah budaya dan kearifan lokal. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan manusia bermasyarakat untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Geografi manusia human geography menekankan studi pada aspek antroposphere. Studi geografi tidak terlepas dari kenyataan kehidupan manusia di permukaan bumi sebagai hasil interaksi antara manusia dengan gejala-gejala geografi di permukaan bumi. Geografi manusia sangat berperan dalam melestarikan lingkungan hidup melalui aktifitas manusia dalam kebudayaannya. Kata kunci Lingkungan Budaya Kearifan Lokal Geografi Manusia Keywords Environment Culture Local Wisdom Human Geography Today's environmental quality is largely threatening the survival of humans and other living creatures, so that protection and management of the environment is strong and consistent by all stakeholders. Various principles are used in environmental protection and management. One of these principles is culture and local wisdom. Local wisdom is the noble values that apply in the human life system to protect and manage the environment sustainably. Environmental protection and management activities must pay attention to the noble values that apply in the order of life of the community. Human geography emphasizes the study of aspects of the anthroposphere. Geography studies can not be separated from the reality of human life on the surface of the earth as a result of interaction between humans and the symptoms of geography on the surface of the earth. Human geography plays an important role in preserving the environment through human activities in its culture. © 2019 Rasti Fajar Peni R dan Hastuti. All Right Reserved Pendahuluan Manusia merupakan pelaku utama dalam keterkaitannya dengan lingkungannya. Karenanya, human geography sebagai suatu cabang ilmu yang berfokus pada keberadaan manusia di muka bumi, dianggap perlu menyumbangkan peranannya dalam penyelesaian pelestarian lingkungan. Artikel ini Kajian kearifan lokal dalam perspektif geografi manusia 2 Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian akan membahas secara lebih lanjut mengenai keterkaitan manusia dan pelestarian lingkungan, bagaimana kedudukan human geography dalam menyelesaikan permasalan pelestarian lingkungan. Manusia merupakan faktor utama penyebab banyaknya kerusakan lingkungan. Tidak disadari, kegiatan hidup manusia sehari-hari akan merusak lingkungan yang disebabkan oleh tekanan ekonomi dan rendahnya tingkat pendidikan Maridi, 2012. Interaksi antara manusia dan lingkungannya tidak selalu berdampak positif bagi lingkungan. Interaksi tersebut menurut Suparmini, dkk. 2013 dapat menimbulkan dampak negatif yang dapat menimbulkan bencana, malapetaka, dan kerugian-kerugian lainnya. Pada kondisi yang demikian inilah kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat dapat meminimalisir dampak negatif yang ada. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah upaya untuk mewujudkan dan meningkatkan peri kehidupan dan kualitas hidup makhluk hidup secara alami dan berkelanjutan. Pengelolaan lingkungan hidup bagi individu atau sekelompok masyarakat secara nasional berpegang pada peraturan yang telah disepakati bersama. Peraturan tersebut dikemas dengan berbagai cara, melalui undangundang yang harus difahami dan ditaati bersama. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah tentang lingkungan dan pembangunan, diantaranya 1 Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan tahun 1982; 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan; serta 3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pelaksanaan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah di lapangan didukung oleh kebiasaan-kebiasaan positif yang bernuansa melindungi dan melestarikan lingkungan hidup. Kebiasaan-kebiasaan positif itu dapat dilakukan secara individual atau kelompok masyarakat di daerah tertentu yang bersifat lokal. Kebiasaan-kebiasaan tersebut selanjutnya dikenal sebagai kearifan lokal. Kearifan lokal menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hal ini tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2009 bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum dimana seluruh kegiatan yang berhubungan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan beberapa hal diantaranya 1 keragaman karakter dan fungsi ekologis; 2 sebaran penduduk; 3 sebaran potensi sumber daya alam; 4 kearifan lokal; 5 aspirasi masyarakat; dan 6 perubahan iklim. Kearifan lokal merupakan pengalaman, gagasan, perilaku dan kebiasaan yang dilakukan oleh manusia yang mempunyai nilai untuk tujuan tertentu Mukti, 2010. Geografi Manusia Human Geography Geografi manusia adalah cabang geografi yang bidang studinya yaitu aspek keruangan gejala di permukaan bumi, yang mengambil manusia sebagai objek pokok. Gejala manusia sebagai objek studi pokok, termasuk aspek kependudukan, aspek aktivitas yang meliputi aktivitas ekonomi, aktivitas politik, aktivitas sosial, dan aktivitas budayanya. Geografi manusia terbagi lagi ke dalam cabang-cabang Geografi Budaya, Geografi Penduduk, Geografi ekonomi, Geografi Industri, Geografi Medis, Geografi Perkotaan, Geografi Pariwisata, Geografi Sejarah, geografi transportasi, Geografi politik, Geografi permukiman dan Geografi Sosial D’Blij dan Murphy, 1998. Geografi manusia mengkaji mengenai interaksi antara manusia dengan tempat dan interakasi keruangan. Fellmann, Getis, dan Getis 2008, menyebut aspek ini sebagai aspek interaksi keruangan. Sosiologi mengkaji mengenai interaksi sosial, sementara geografi manusia mengkaji mengenai interaksi keruangan. Rasti Fajar Peni Riantika dan Hastuti Geomedia Vol 17 No 1 Tahun 2019 Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian 3 Di dalam kajian ini, geografi manusia berusaha unuk mengkaji mengenai interaksi manusia dengan lingkungannya, dan interaksi ruang satu dengan ruang yang lainnya. Merujuk pada pandangan Fouberg, Murphy dan de Blij 20098, geografi manusia berusaha untuk mengkaji mengenai kepekaan dan rasa memiliki manusia terhadap lokasi, region dan dunianya. Aspek ini, biasa disebut dengan sense of place. Keragaman rasa memiliki tempat sense of place, bukan sekedar terhadap rumah, desa, negara, tetapi juga terhadap planet bumi ini. Target pelestarian bumi, dan penyelamatan lingkungan, pada dasarnya bersandar pada besarannya sense of place. Kerusakan lingkungan, adalah contoh nyata rendahnya sense of place dari manusia Kearifan Lokal dan Budaya Istilah kearifan lokal pertama kali dikenalkan oleh HG. Quaritch Wales “the sum of the cultural characteristic which the vast majority of a people have in common as a result of their experiences in early life”. Gagasan pokok dalam definisi di atas adalah 1 karakter budaya, 2 kelompok yang memiliki budaya tersebut, 3 pengalaman hidup yang muncul dari karakter budaya Banda 2014 1. Menurut Budiwiyanto 2005 26 kearifan lokal sebagai “local genius” yang berarti sejumlah ciri kebudayaan yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat sebagai suatu akibat pengalamannya di masa lalu. Setyawati dkk 2015 101 dalam penelitiannya menggunakan istilah kecerdasan tradisional local genius sebagai alternatif istilah dari kearifan lokal local wisdom. Kedua istilah ini memiliki kesetaraan makna dengan istilah pengetahuan lokal local knowledge dan pengetahuan asli daerah indigeneous knowledge. Kearifan lokal terbentuk dari interaksi secara terus menerus antara manusia dengan lingkungannya dalam waktu yang lama. Elsworth huntington dalam bukunya yang berjudul Principle of human geography mengemukakan bahwa respon manusia terhadap lingkungan itu, dapat dikelompokkan pada empat kelompok besar, yaitu terkait dengan kebutuhan material material needs, pekerjaan, efisiensi kehidupan, dan kebutuhan tingkat tingkat tinggi higher needs. Yang pertama, lingkungan memberikan pengaruh terhadap ragam makanan, pakaian, alat dan teknologi, sarana transportasi dan perumahan. Seseorang yang ada di kawasan pantai, memiliki kebutuhan material yang berbeda dengan mereka yang tinggal di daerah gurun atau pegunungan iklim sangat menentukan kebudayaan manusia. Kedua, lingkungan mempengaruhi ragam pekerjaan manusia. Dari aspek ini, muncul keragamaan pekerjaan, seperti berburu, bertani, pertambangan, dan pengolahan barang dan adanya keragaman mengenai kegiatan yang mendukung pada usaha peningkatan kualitas hidup manusia, seperti layanan kesehatan, pemanfaatan energy dan keragaman pola rekreasi. Terakhir, yaitu adanya keragaman kebutuhan tingkat tinggi manusia higher needs. Aspek respon manusia yang dianggap masuk pada kategori ini, yaitu pelayanan pemerintahan, pendidikan, sains, keagamaan dan seni. Menurut Koentjaraningrat 2003 kebudayaan daerah sama dengan konsep suku bangsa. Suatu kebudayaan tidak terlepas dari pola kegiatan masyarakat. Keragaman budaya daerah bergantung pada faktor geografis. Semakin besar wilayahnya, maka makin komplek perbedaan kebudayaan satu dengan yang lain. Kearifan Lokal Secara Geografis Human geografi mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan permasalan pelestarian lingkungan. Upaya menjaga keseimbangan dengan lingkungannya masyarakat memiliki norma-norma, nilai-nilai atau aturan-aturan yang telah berlaku turun temurun yang merupakan kearifan lokal sesuai dengan letak geografis daerah setempat. Beberapa contoh praktek-praktek budaya dan kearifan lokal di Indonesia yang menurut Suhartini 2009 antara lain sebagai berikut a. Pranoto mongso Kajian kearifan lokal dalam perspektif geografi manusia 4 Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian Salah satu kearifan lokal yang terdapat di Jawa yaitu Pranoto Mongso. Pranoto Mongso atau aturan waktu musim digunakan oleh para petani pedesaan yang didasarkan pada naluri dari leluhur dan digunakan sebagai patokan untuk mengolah pertanian. Menurut Hariyanto, 2013 Pranoto mongso adalah salah satu cara yang digunakan suku jawa untuk mengetahui hukum atau tanda-tanda dari fenomena geografis dan berguna untuk menentukan masa tanam, masa panen, Pengendalian Hama Terpadu PHT, pencegahan biaya proses pertanian yang tinggi, dan pengurangan resiko gagal panen. Melalui perhitungan pranoto mongso maka alam dapat terjaga keseimbangannya. Pranoto Mongso dipelopori oleh raja Surakarta Pakubuwono VII dan mulai dikembangkan sejak 22 Juni 1856. Indikator tiap mongso pada Pranotomongso menurut Sumintarsih 1993 42-43 terdapat pada Tabel. 1. Tabel 1. Tabel Pananggalan Jawa Pranotomongso Setya murca ing embanan/ udan rasa mulyo Daun-daun gugur. Udara malam hari dingin, dan siang hari panas Bantala rengka / gong pecah sajroning simpenan Udara panas, angin lembut di luar dingin, panas di dalam. Pohon berdaun lagi. 25 Agustus – 17 September Angin berdebu, udara panas, panen palawija, gadung tumbuh, pohon-pohon berbunga. 18 September – 12 Oktober Waspa Kumembeng Jroning Kalbu Kemarau berakhir, pohon randu berbuah, binatang kaki empat kawin, pohon jambu dan jeruk berbunga. Pancuran Emas Sumawur Ing Jagat Hujan pertama turun. Gadung dan kunir berdaun banyak. Pohon nangka, during, dan mangga berbunga. Mengerjakan sawah, rambutan dan jeruk berbunga, alam mulai hujan. Kilat bersambungan, hujan jarang, banyak binatang tonggeret, padi mulai berbuah. 3 Februari – 28/29 Februari Kilat bersambungan, hujan jarang, banyak binatang tonggeret, padi mulai berbuah. Garengpung berbunyi, berbuat alpukat, jeruk. Pepaya berbunga. Burung-burung bertelur, padi tua. Menuai padi, burung mengeram, tanaman berubi berbuah. Mulai kemarau, Jeruk berbuah Sumber Sumintarsih 1993 42-43 Rasti Fajar Peni Riantika dan Hastuti Geomedia Vol 17 No 1 Tahun 2019 Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian 5 Pranata Mangsa yang dalam setahun terdiri dari 12 mangsa kemudian dibagi lagi menjadi 4 mangsa utama mangsa terang 82 hari, mangsa semplah 99 hari, mangsa udan 86 hari dan mangsa pengarep-arep 98 hari. Simetris dengan pembagian 4 mangsa ini, ada juga pembagian mangsa utama yang lain, yaitu mangsa Katigo88 hari, mangsa Labuh 95 hari, mangsa rendheng 94 hari dan mangsa mareng 88 hari. Sindhunata, 20113. Tanda-tanda untuk mengetahui awal dan berakhirnya tiap mangsa melalui panjang bayangan manusia di siang hari yang merupakan akibat dari posisi Matahari yang setiap harinya selalu berpindah- pindah. Seperti yang tertera pada Tabel 2 menurut Daldjoeni di bawah ini. Tabel 2. Tabel Pembagian Mangsa dalam Pranata Mangsa dan Panjang Bayangan Tiap Mangsa Panjang Bayangan dalam pecak dan arah Sumber. Daldjoeni 1983 b. Nyabuk Gunung Nyabuk Gunung merupakan cara bercocok tanam dengan membuat teras sawah yang dibentuk menurut garis kontur. Cara ini banyak dilakukan di lereng bukit sumbing dan sindoro. Cara ini merupakan suatu bentuk konservasi lahan dalam bercocok tanam karena menurut garis kontur. Hal ini berbeda dengan yang banyak dilakukan di Dieng yang bercocok tanam dengan membuat teras yang memotong kontur sehingga mempermudah terjadinya longsor. c. Pohon keramat Pada hampir semua daerah di Jawa, dan beberapa wilayah lain di Indonesia, terdapat budaya menganggap suatu tempat dengan pohon besar misal beringin adalah tempat yang keramat. Kearifan lokal ini memberikan dampak positif bagi lingkungan dimana jika suatu tempat dianggap keramat misal terdapat pohon beringin, maka hal ini merupakan salah satu bentuk konservasi karena dengan memelihara pohon tersebut menjaga sumber air, dimana beringin memiliki akar yang sangat banyak dan biasanya di dekat pohon tersebut ada sumber satu contoh nyata kearifan lokal ini nampak pada masyarakat di Desa Beji, Ngawen, Gunungkidul. Hasil penelitian Alanindra 2012 menunjukkan bahwa masyarakat di desa Beji, memiliki hutan adat Wonosadi dimana di dalamnya terdapat mataair Wonosadi. Berbagai potensi baik flora, fauna, maupun sumberdaya air di mata air ini sangat terjaga dengan baik sebagai tempat resapan air hujan. Hal ini menyebabkan di hutan Wonosadi terdapat Kajian kearifan lokal dalam perspektif geografi manusia 6 Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian tiga mata air yang mengalir sepanjang tahun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di sekitar desa Beji. Terjanyanya kelestarian hutan adat ini tidak lepas dari kearifan lokal yang sampai saat ini dipertahankan oleh masyarakat yang salah satunya diwujudkan dalam pembentukan kelompok “Jagawana”. Jagawana merupakan kelompok masyarakat yang bertugas untuk menjaga dan memelihara vegetasi di daerah tangkapan air mata air Wonosadi. Masyarakat tidak pernah mengambil kayu dan merusak aneka tumbuhan langka. Pohon-pohon yang mati tersambar petir tidak ditebang melainkan dibiarkan menjadi humus. d. Kearifan lokal komunitas adat Karampuang di Sulawesi Komunitas adat Karampuang memiliki beberapa cara tersendiri yang merupakan bagian dari sistem budaya dalam mengelola hutan dan sumberdaya alam. Hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan alam sehingga untuk menjaga keseimbangan ekosistem di dalamnya terdapat aturan dan norma yang harus dipatuhi oleh semua warga masyarakat. Dewan adat Karampuang sebagai simbol penguasa tradisional, sepakat untuk mengelola hutan adat yang ada dengan menggunakan pengetahuan yang bersumber dari kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Karampuang. Kearifan lokal tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan dan sanksi. Salah satu contoh kearifan lokal dalam bentuk larangan yaitu “Aja’ muwababa huna nareko depa na’oto adake, aja’ to muwababa huna nareko matarata’ni manuke” yang artinya “jangan menyadap enau di pagi hari dan jangan menyadap enau di petang hari”. Hal ini berhubungan dengan keseimbangan ekosistem, khususnya hewan dan burung karena menyadap enau pada pagi hari dikhawatirkan akan mengganggu ketenteraman beberapa jenis satwa yang ada pada pohon enau, demikian pula pada sore hari akan mengganggu satwa yang akan kembali ke kandangnya. Beberapa jenis kearifan lokal masyarakat di Indonesia dalam mengelola hutan dan lingkungan dikemukakan oleh Sartini 2004 antara lain a. Papua, terdapat kepercayaan te aro neweak lako alam adalah aku. Gunung Erstberg & Grasberg dipercaya sebagai kepala mama, tanah dianggap sebagai bagian dari hidup manusia. Dengan demikian maka pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara hati-hati. b. Serawai, Bengkulu, terdapat keyakinan celako kamali. Kelestarian lingkungan terwujud dari kuatnya keyakinan ini yaitu tata nilai tabu dalam berladang dan tradisi tanam tanjak. c. Dayak Kenyah, Kalimantan Timur, terdapat tradisi tana’ ulen. Kawasan hutan dikuasai dan menjadi milik masyarakat adat. Pengelolaan tanah diatur dan dilindungi oleh aturan adat. d. Masyarakat Undau Mau, Kalimantan Barat mengembangkan kearifan lokal dalam pola penataan ruang pemukiman, dengan mengklasifikasi hutan dan memanfaatnya. Perladangan dilakukan dengan rotasi dengan menetapkan masa bera, dan mengenal tabu sehingga penggunaan teknologi dibatasi pada teknologi pertanian sederhana dan ramah lingkungan. e. Masyarakat Kasepuhan Pancer Pangawinan, Kampung Dukuh Jawa Barat yang mengenal upacara tradisional, mitos, tabu sehingga pemanfaatan hutan dilakukan dengan hati-hati. Tidak diperbolehkan eksploitasi kecuali atas ijin sesepuh adat. f. Bali dan Lombok, masyarakat mempunyai awigawigKearifan lokal yang lain dapat ditemukan pada berbagai ritual adat di Bali yang mayoritas penduduknya menganut agama Hindu. Beberapa Rasti Fajar Peni Riantika dan Hastuti Geomedia Vol 17 No 1 Tahun 2019 Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian 7 praktek kearifan lokal di Bali menurut Utama dan Kohdrata 2011 antara lain a. Adanya organisasi adat yang mengelola lanskap alam seperti organisasi subak dalam mengelola sistem irigasi pertanian; b. budaya menandai pohon besar dengan lilitan kain belang hitam-putih yang menandai bahwa pohon tersebut tidak dapat ditebang sembarangan; c. ritual tumpek wariga/tumpek uduh yang digunakan sebagai sarana untuk mewujudkan rasa syukur atas pemanfaatan keanekaragaman hayati yang telah diperoleh; dan lain-lain. Kearifan lokal juga dijumpai dalam upaya mitigasi bencana. Setyawati dkk 2015 103-106 serta Septiana dkk 2019 7-12 mencontohkan kearifan lokal masyarakat di wilayah lereng selatan hingga barat Gunungapi Merapi dalam menghadapi bencana. Masyarakat di wilayah tersebut memiliki kemampuan dalam membaca tanda semiotika yang berupa tanda-tanda dari perilaku hewan semiotika faunal, kondisi vegetasi semiotika vegetal, kondisi alam seperti suara gemuruh dan kilat di atas gunung merapi semiotika fisikal, serta ajaran, nasihat, bahkan mitos semiotika kultural. Kearifan lokal ini diajarkan secara turun temurun, namun demikian pada saat sekarang tidak dipahami seluruh anggota masyarakat terutama generasi muda. Pada masyarakat Jawa pra modern, kearifan lokal telah berkembang dalam pemilihan lokasi permukiman. Berdasarkan kearifan lokal ini, permukiman cenderung dipilih pada lokasi yang dekat dengan sumberdaya air, memiliki kualitas sumberdaya lahan yang baik, serta relief yang baik Ashari, 2014 176, Ashari, 2015 367 Kontribusi geografi manusia terhadap kearifan lokal Geografi merupakan ilmu yang lebih terfokus pada interaksi antara manusia dan lingkungan di mana ia hidup Hobbs, 2009. Dari definisi yang telah dikemukakan, maka dapat diketahui bahwa geografi lebih menekankan pada interaksi antara manusia dan lingkungannya. Manusia hidup di permukaan bumi di mana tiap area atau wilayah yang ada di permukaan bumi ini tentu memiliki karakteristik yang membedakan antara satu tempat dengan tempat yang lainnya. Human Geografi adalah sub ilmu dari Geografi yang Masyarakat berperan dalam melestarikan kondisi lingkungan. Peran manusia secara berkelompok masyarakat sesuai dengan lingkup secara geografisnya merupakan kegiatan yang telah mengakar dan menjadi kebiasaan sehari-hari. Kehidupan masyarakat memiliki keharmonisan antara memenuhi kebutuhan dengan kondisi lingkungan alam. Mematuhi aturan alam dengan sebuah kepercayaan dan tradisi menjadikan hal tersebut sebagai kebijakasanaan/kearifan. Menurut Witt, 2017 Perspektif geografi manusia dapat membantu memperkenalkan kearifan lokal secara geografis karena dapat berkontribusi pada keberlangsungan alam secara canggih dan alamiah. Beberapa ahli geografi berpendapat bahwa kearifan lokal geografis lebih dari sekedar hubungan emosional Wright, 2011. Menurut Suja 2010, kearifan lokal dibedakan menjadi 2 dua yaitu kearifan sosial dan kearifan ekologi. Kearifan sosial menekankan pada pembentukan makhluk sosial menjadi lebih arif dan bijaksana. Kearifan ekologi merupakan pedoman manusia agar arif dalam berinteraksi dengan lingkungan alam. Kearifan lokal ekologi memandang bahwa manusia merupakan bagian dari alam. Kearifan lokal sangat erat kaitannya dengan masyarakat penduduk adat atau masyarakat penduduk asli, alam dan lingkungan setempat Kristiyanto 2017. Kearifan lokal dalam bentuk kepercayaan terhadap sesuatu yang dianggap sebagai hal yang sakral telah menjadikan lingkungan tersebut tetap terjaga keasliannya. Sumber air yang terjaga dengan pemanfaatan secukupnya. Pepohonan yang tetap rindang memiliki peran penting dalam menjaga kelangsungan debit air untuk memenuhi kebutuhan pertanian dan aspek kehidupan. Jika kondisi ini terus berkelanjutan, maka daerah tersebut bisa dimanfaatkan hingga masa mendatang. Kearifan lokal bukan hanya pada kepercayaan terhadap suatu hal, melainkan makna dari kearifan tersebut. Sikap dan perilaku masyarakat layak dicontoh dan diterapkan untuk Kajian kearifan lokal dalam perspektif geografi manusia 8 Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian kehidupan sehari-hari oleh masyarakat di tempat lain demi menjaga kelestarian lingkungan untuk masa depan. Kontribusi geografi manusia terhadap kearifan lokal dapat diketahui dalam implementasi kearifan lokal nusantara, seperti Alam Takambang Jadi Guru Minangkabau, Banjar Sari Jakarta, Nyabuk Gunung Sunda, Bersih Desa Jawa, Hamemayu Hayuning Bawono Yogyakarta, Karah Surabaya, Tri Hita Karana Bali, Awig Awig Bali dan NTT, Kassi Kassi Makasar, dan Sasi Maluku, Wijana 2016. Kearifan lokal di atas dapat bertahan sampai masa kini karena eksistensinya peran masyarakat sesuai dengan lokasi masing-masing sehingga mampu untuk menyeimbangkan ekosistem dengan peribahan kondisi alam. Dalam hal tersebut geografi manusia mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mempertahankan eksistensi kearifan lokal sesuai dengan perkembangan sosial maupun perubahan alam. Simpulan Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa geografi manusia sebagai suatu subdisiplin besar dalam geografi saat ini mulai mengembangkan analisisnya berkaitan dengan lingkungan, khususnya mengenai kedudukan manusia dalam melestarikan lingkungan. Kajian mengenai pelestarian lingkungan dianggap selalu berkaitan dengan manusia, sebab manusia berkedudukan sebagai faktor penyebab, korban, sekaligus pihak pelaksana dalam upaya pelestarian lingkungan. Secara geografis lokasi mempengaruhi aktifitas dan kebudayaan yang sangat berpengaruh dalam melestarikan lingkungan, hal tersebut yang menyebabkan kearifan lokal disetiap tempat berbeda-beda. Geografi manusia memiliki kontribusi yang cukup berperan dalam eksistensi Kearifan lokal. Hal ini dapat disinergikan dalam rangka mencapai tujuan visioner terhadap manusia dan lingkungan. Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian artikel ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada mahasiswa Program Pascasarjana Pendidikan Geografi UNY yang telah memberikan masukan dan dukungan. Ucapan terimakasih secara khusus disampaikan kepada Ibu Dr. Hastuti selaku dosen pembimbing yang memberikan arahan dan saran dalam penyusunan artikel ini. Referensi Alanindra, S. 2012. Analisis Vegetasi Pohon di Daerah Tangkapan Air Mata Air Cokro dan Umbul Nila Kabupaten Klaten, Serta Mudal dan Wonosari Kabupaten Gunungkidul.. Yogyakarta Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Ashari, A. 2014. Distribusi Spasial Mataair Kaitannya dengan Keberadaan Situs Arkeologi di Kaki Lereng Timur Gunungapi Sindoro antara parakan dan Ngadirejo Kabupaten Temanggung. Prosiding Mega Seminar Nasional Geografi Untukmu Negeri. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. Ashari, A. 2015. Kearifan Masyarakat Jawa Pra Modern di Lembah Progo dalam Pengenalan Bentanglahan untuk Lokasi Permukiman Tinjauan Studi Geoarkeologi. dalam Nasiwan. 2015. Dilema Membangun Manusia Indonesia Memilih Antara Tuntutan Global atau Kearifan Lokal. Yogyakarta FISTrans Institute. Banda, Maria Matildis, 2014. Upaya Kearifan Lokal dalam Menghadapi Tantangan Perubahan Kebudayaan. Bali Universitas 2005. Tinjauan Tentang Perkembangan Pengaruh Local Genius dalam Seni Bangunan Sakral Keagamaan di Indonesia. 25-35 Daldjoeni, N. 1983. Pokok-pokok Klimatologi. Bandung Alumni D’Blij, & Alexander B. Murphy. 1998. Human GeographyCultur, Society, and Space, New York Jhon Wiley & Sons, Inc. Rasti Fajar Peni Riantika dan Hastuti Geomedia Vol 17 No 1 Tahun 2019 Geomedia Majalah Ilmiah dan Informasi Kegeografian 9 Fouberg, Murphy, dan de Blij, 2009. Human Geography People, Place and Culture. John Wiley & Sons, Inc. Fellman, Bjelland, Getis, A. & Getis, J., 2008. Human Geography Landscapes of Human Activities. Twelfth Edition, McGraw Hill, New York. Hariyanto, W. 2013. Identifikasi beberapa kearifan lokal dalam menunjang keberhasilan usaha tani padi di Jawa Tengah. Seminar Nasional. Madura. Hobbs, J. J. 2009. World Regional Geography. USA Brooks/ColeKoentjaraningrat. 2003. Pengantar antropologi I. Jakarta PT Rineka Cipta. Kristiyanto, E. N, 2017. Kedudukan kearifan Lokal dan peranan masyarakat dalam penataan ruang daerah. Jurnal RechtsVinding. Vol 6 2 2012. Penanggulangan Sedimentasi Waduk Wonogiri Melalui Konservasi Sub DAS Keduang dengan Pendekatan Vegetatif Berbasis Masyarakat. Tesis. Surakarta Program Pascasarjana Universitas Sebelas 2010. Beberapa Kearifan Lokal Suku Dayak dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam. Disertasi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan lingkungan. Malang Unibraw. Sartini. 2004. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati. Jurnal Filsafat. 72 111-120. Septiana, Wardoyo, Praptiwi, Ashari, Ashari, A., Susanti, Jainudin., Latifah, F., Nugrahagung, 2019. Disaster Education Through Local Knowledge in Some Area of Merapi Volcano. IOP Conference Series Earth and Environmental Science 271 2019 012011. Setiawati, S., Pramono, H., dan Ashari, A. 2015. Kecerdasan Tradisional dalam Mitigasi Bencana Erupsi pada Masyarakat Lereng Baratdaya Gunungapi Merapi. Socia 12 2 100-110 Suhartini. 2009. Kajian Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA. Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Suja, W. 2010. Kearifan Lokal Sains Asli Bali, Surabaya Paramita. Sumintarsih. 1993. Kearifan Tradisional Masyarakat Pedesaan dalam Hubungannya dengan Pemeliharaan Lingkungan Hidup Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Suparmini. 2013. Pelestarian Lingkungan Masyarakat Baduy Berbasis Kearifan Lokal. Yogyakarta. Jurnal Penelitian Humaniora. Vol. 18. No. 1, April 2013. 2011. Seri Lawasan Pranata Mangsa, Jakarta Kepustakaan Populer Gramedia. Utama, N, Kohdrata. 2011. Modul Pembelajaran Konservasi Keanekaragaman Hayati dengan Kearifan Lokal. Denpasar Tropical Plant Curriculum Project USAID-TEXAS A&M University dengan Universitas Udayana Wijana, N. 2016. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yogyakarta Plantaxia. Witt, shareon. 2017. Fostering geographical wisdom in fieldwork spaces – discovery fieldwork, paying close attention through sensory experience and slow pedagogy. geographical Association in Reflections on Primary Geography. 1-12. Wright, P. 2011. Challenging Assumptions What is a 'human-centred geography'? Stretching the geographical imagination in pursuit of holism. Geography, 96 3, 156-160. Kurangnya kemampuan siswa dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengaitkan kearifan lokal dalam pembelajaran serta kurangnya penggunaan media oleh guru berpengrauh terhadap proses dan hasil belajar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan desain pengembangan, profil dan mengetahui efektivitas video pembelajaran. Jenis penelitian ini adalah penelitian Research and Development R&D dengan model ADDIE. Subjek validasi adalah lima ahli media, lima ahli desain, dan empat ahli materi serta 26 siswa. Subjek uji efektivitas berjumlah 30 siswa dan subjek validasi soal 30 siswa. Data yang diperoleh adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data dikumpulkan dengan metode observasi, dokumentasi, angket dan tes. Analisis data menggunakan deskriptif kuantitatif, deskritif kualitatif dan statistik inferensial uji t serta uji effect size. Hasil penelitian adalah 1 deskprisi desain video pembelajaran. 2 profil video pembelajaran 3 evektifitas video pembelajaran melalui uji effect size, hasilnya 2,614 dengan kategori “strong effect”. Dengan demikikan, video pembelajaran geografi SMA berbasis kearfian lokal dapat diterapkan sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan High Order Thinking Anang Widhi NirwansyahSutomoDhi BramastaThis study examines the indigenous knowledge and local mitigation of the Banyumas people in Gununglurah village, Central Java, against landslides. Here, the local community practices local mitigation strategies to overcome its impacts based on local beliefs and traditional practical solutions. The method of the study mainly employs field observations and semi-structured interviews with sixteen informants, including twelve villagers, four local leaders at RT/RW level, and two government officers. The research finds how indigenous knowledge is used across core belief systems and fundamental understanding of marking, imitating, and adding. In addition, this study also reveals that farmers have practiced traditional terracing methods nyabuk gunung to plant crops on slope hills. Other than that, Banyumas people are still practicing the usage of the local seasonal calendar for cropping pranata mangsa, as well as community-level vegetative strategies and practices. Finally, the study also addresses the threat of global technology and modernization to local knowledge preservation for the future volcano in Central Java is one of the most active volcanoes in the world. However, the area of Mount Merapi is still occupied by many inhabitants. Population growth in disaster prone areas is also quite high, even after a major eruption disaster in 2010. To reduce disaster risk, disaster education is necessary, including by utilizing local knowledge about disasters. This paper aims to 1 identify disaster education through local knowledge in the western and southern flank of Merapi Volcano, 2 reveals the influence of physical environmental conditions on disaster education that is formed. The research is done by geography approach that is environmental approach and emphasize on the theme of geography especially location, place, and human- environment interaction. The results show 1 There are several forms of disaster education through local knowledge among others in the form of advice, philosophy of life, myths, art, and culture. The educational process is done in various activities of community life, both during pre disaster, disaster, and post disaster. village elders and community leaders are the most influential parties in the disaster education process. However, at present the role of local knowledge in disaster education is relatively poor. 2 There is an influence of the physical environmental conditions on the form of disaster education, especially geomorphological conditions. Geomorphological conditions affect the types of volcanic hazards, thus determining the characteristics of disaster education undertaken. This paper presents alternative methods in disaster education, in an effort to support disaster management that has been done by the SuparminiSriadi Setyawati Dyah RespatiPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji tentang upaya pelestarian lingkungan masyarakat Baduy yang tinggal dan berada di Desa Kanekes, Kecama- tan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Metode deskriptif kualitatif dilakukan sebagai pendekatan penelitian. Kearifan lokal dikaji sebagai basis dalam penelitian ini, khususnya dalam upaya pelestarian lingkungan pada masyarakat Baduy. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, dokumentasi, dan wawancara dengan beberapa narasumber. Analisis data secara kualitatif melalui, reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Kehidupan suku Baduy masih sangat tergantung pada alam dan senantiasa menjaga keseimbangan alam. Kearifan lokal masyarakat Baduy dalam mengelola sumberdaya alam antara lain terlihat dari aturan pembagian wilayah menjadi tiga zona, yaitu zona reuma permukiman, zona heuma tegalan dan tanah garapan, dan zona leuweung kolot hutan tua. Hubungan antar aspek kehidupan masyarakat Baduy di Kanekes memiliki integrasi yang sinergis dalam menciptakan kehidupan yang berkelanjutan. Pandangan masyarakat Baduy relatif sama terhadap hubungan antara kehidupan sosial budaya, ekonomi, serta pengelolaan lingkungan. Adat istiadat sebagai bagian dari kearifan lokal masih dipegang dengan sangat kukuh oleh masyarakat Baduy, dan adat istiadat tersebut telah menjadi benteng diri bagi masyarakat Baduy dalam menghadapi modernisasi, termasuk dalam hal melestarikan lingkungannya. Bentuk perilaku pelestarian lingkungan dan konservasi yang dilakukan oleh masyarakat Baduy, antara lain meliputi 1 sistem pertanian, 2 sistem pengetahuan, 3 sistem teknologi, dan 4 praktik konservasi. Kesemuanya itu dilakukan dengan mendasar- kan pada ketentuan adat dan pikukuh yang telah tertanam dalam jiwa dan dilakukan dengan penuh kesadaran oleh seluruh anggota masyarakat BaduyEko Noer Kristiyantop>Sebelum pengetahuan modern terkait penataan ruang berkembang pesat, sebenarnya masyarakat asli Indonesia pun telah mengenal konsep penataan ruang yang dalam berbagai diskusi dan penelitian ternyata terbukti efektif dan selaras dengan ilmu pengetahuan modern. Cara pandang serta konsep itulah yang dapat kita artikan sebagai bagian dari kearifan lokal. Tulisan yang disusun dengan tinjauan normatif ini mencoba menjelaskan bagaimana kearifan lokal dapat berperan dalam proses penataan ruang di Indonesia, dan hasil penelitian menunjukkan bahwa di beberapa daerah kearifan lokal sudah diakomodir melalui regulasi daerah, di mana partisipasi masyarakat menjadi sangat penting dalam proses ini, mengakomodir kearifan lokal berarti mengakui juga eksistensi masyarakat hukum adat seperti apa yang dikehendaki oleh konstitusi.

seperti(1 ) matapencaharian masyarakat dari sektor kelautan; (2 ) kearifan lokal yang berkenaan dengan kelautan, dan (3 ) kebudayaan yang terbuka bagi unsur luar. kata kunci: budaya pesisir,Batu Belah Batu Bertangkup, dan antropologi sastra SALINGKA, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 13 Nomor 2 Edisi Desember 2016 (153—163)

Kearifan lokal berkaitan erat dengan kondisi geografis suatu masyarakat. Nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal menjadi modal utama dalam mengarungi kehidupan masyarakat, contohnya …. A. mengadakan pemilihan kepala daerah yang calonnya adalah putra daerah B. membangun masyarakat tanpa merusak tatanan sosial dengan lingkungan sosial C. membangun lingkungan yang tertata sesuai dengan kebutuhan mayoritas masyarakat D. melakukan upaya memperbaiki tingkat ekonomi masyarakat sekitar lingkungan E. melakukan kerja sama dengan komunitas lain untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besarPembahasanNilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal menjadi modal utama dalam mengarungi kehidupan masyarakat, contohnya membangun masyarakat tanpa merusak tatanan sosial dengan lingkungan B-Jangan lupa komentar & sarannyaEmail nanangnurulhidayat terus OK! 😁 upTT5W.
  • 7se88q2lnd.pages.dev/530
  • 7se88q2lnd.pages.dev/34
  • 7se88q2lnd.pages.dev/110
  • 7se88q2lnd.pages.dev/540
  • 7se88q2lnd.pages.dev/438
  • 7se88q2lnd.pages.dev/505
  • 7se88q2lnd.pages.dev/236
  • 7se88q2lnd.pages.dev/466
  • kemukakan hubungan antara kearifan lokal dan kondisi geografis