MenjadiWali Karena Sabar Menghadapi Istri Super Cerewet (Enam Sifat Buruk Wanita)Pada zaman dahulu di sebuah desa bernama Bajalhaban di negeri Hadramout, Yaman tersebutlah seorang shaleh yang dikenal dengan nama Syekh Abdurrahman Bajalhaban, beliau adalah seorang wali yang memeliki derajat yang tinggi di sisi Allah, namun beliau tidak
Artikel ini saya share dari dengan judul 15 ayat tentang kematian dalam Islam, untuk mengingatkan diri saya dan kita semua sebagai makhluk ciptaan TUHAN. Di waktu kecil kita pasti pernah mendengar dongeng tentang orang orang yang hidup kekal di dunia ini dengan keadaan berbahagia selamanya, sesungguhnya itu adalah sesuatu yang batil. Tidak ada sesuatu yang kekal di dunia ini. Kematian merupakan sebuah hakikat yang akan menghampiri semua manusia dan seluruh umat-Nya, tidak ada yang mampu menolak atau menunda nya. Kematian menurut islam merupakan hal yang pasti, namun hanya Allah yang mengetahui waktu dan cara nya. Oleh karena itu manusia diwajibkan bertaqwa dengan berbuat kebaikan sepanjang waktu dan mengingat serta menyebut asma Allah setiap detik kehidupannya, sebab kematian bisa datang kapan saja tanpa mengenal usia, status sosial, ataupun kondisinya, baik sehat maupun sakit jika sudah takdir maka manusia tak memiliki kemampuan apapun untuk menghindari. Salah satu cara meningkatkan iman dan taqwa paling mudah ialah dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam. Allah telah berfirman bahwa kematian adalah hal yang nyata, bukan sebuah akhir namun awal dari fase kehidupan yang baru, simak 15 ayat Al Qur’an tentang kematian berikut QS. Ali Imran Ayat 102QS. Ali Imran Ayat 145QS. Ali Imran Ayat 185QS. Al An’aam Ayat 61QS. Al Ahzab Ayat 16QS. Al Mu’minun Ayat 99QS. An Nahl Ayat 61QS. Al Waqi’ah Ayat 60QS. Haqqah Ayat 27QS. Al Jumu’ah Ayat 8QS. Al Sajdah Ayat 11QS. Az Zumar Ayat 30QS. An Nisa Ayat 78QS. Al Munafiqun Ayat 11QS. Al An’aam Ayat 2 QS. Ali Imran Ayat 102 ,يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim. QS. 3 102 Firman ini merupakan peringatan dari Allah untuk senantiasa beribadah dan mengingat Nya sebab merupakan kerugian terbesar ketika seorang hamba meninggal dalam keadaan selain islam. QS. Ali Imran Ayat 145 .وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَن تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ كِتَٰبًۭا مُّؤَجَّلًۭا ۗ وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ ٱلدُّنْيَا نُؤْتِهِۦ مِنْهَا وَمَن يُرِدْ ثَوَابَ ٱلْءَاخِرَةِ نُؤْتِهِۦ مِنْهَا ۚ وَسَنَجْزِى ٱلشَّٰكِرِينَ Dan setiap yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barangsiapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan pula kepadanya pahala akhirat itu, dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. QS. 3 145 Setiap hamba Allah akan meninggal dunia adalah dengan sepengetahuan dan atas izin-Nya, tidak ada yang mampu menentukan kapan dan cara kematiannya sendiri, Sebab kematian merupakan sebuah ketetapan yang hanya diketahui oleh Allah. QS. Ali Imran Ayat 185 .كُلُّ نَفْسٍۢ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۖ فَمَن زُحْزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدْخِلَ ٱلْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya. QS. 3 185 Tidak ada satu pun ciptaan Allah yang tidak merasakan mati, bahkan malaikat pencabut nyawa pun nantinya juga akan merasakannya dan hanya Allah yang hidup sebelum semua dibangkitkan di hari akhir atau hari pembalasan nanti, dan kematian bukan akhir dari perjalanan seseorang, melainkan sebuah jalan untuk mencapai kehidupan baru yang lebih yaitu kehidupan di alam kubur dan di akhirat yang kekal nanti. Meskipun demikian, jika kematian tersebut dilakukan dengan disengaja atau bunuh diri bukan merupakan perbuatan yang dibenarkan dalam Islam, karena sudah jelas bahwa hukum bunuh diri dalam islam diharamkan, . QS. Al An’aam Ayat 61 .وَهُوَ ٱلْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِۦ ۖ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُمْ حَفَظَةً حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَكُمُ ٱلْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لَا يُفَرِّطُونَ Dan Dialah Penguasa mutlak atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila kematian datang kepada salah seorang di antara kamu, malaikat-malaikat Kami mencabut nyawanya, dan mereka tidak melalaikan tugasnya. QS. Al An’aam 61 Malaikat pencabut nyawa senantiasa menjalankan perintah Allah untuk mencabut nyawa siapa saja yang dikehendaki-Nya, bagaimana malaikat tersebut mencabut nyawa tentu berdasar dari segala amal perbuatan yang dilakukan di dunia. QS. Al Ahzab Ayat 16 .قُل لَّن يَنفَعَكُمُ ٱلْفِرَارُ إِن فَرَرْتُم مِّنَ ٱلْمَوْتِ أَوِ ٱلْقَتْلِ وَإِذًۭا لَّا تُمَتَّعُونَ إِلَّا قَلِيلًۭا Katakanlah Muhammad, “Lari tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika demikian kamu terhindar dari kematian kamu hanya akan mengecap kesenangan sebentar saja.” QS. 3316 Manusia mampu menciptakan berbagai teknologi canggih yang dapat meminimalisir dampak dari bencana alam atau kerusakan yang ditimbulkan karena ulah manusia, tetapi sepandai apapun manusia tidak akan mampu menciptakan alat yang bisa menghindarkan seseorang dari kematian, sekuat apapun seorang hamba mencoba dan berusaha, jika Allah sudah berkehendak, tidak ada yang bisa lari dari takdir-Nya. QS. Al Mu’minun Ayat 99 .حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَ أَحَدَهُمُ ٱلْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ٱرْجِعُونِ Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu, hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku ke dunia, QS. 2399 Orang yang sudah mati tidak akan mampu kembali ke dunia untuk meperbaiki kehidupannya setelah kematian, oleh sebab itu kita yang masih diberi kesempatan wajib bersyukur agar bisa lebih paham manfaat bersyukur kepada allah dan memanfaatkan segalanya untuk bekal kehidupan agar tidak menjadi orang yang menyesal. QS. An Nahl Ayat 61 .وَلَوْ يُؤَاخِذُ ٱللَّهُ ٱلنَّاسَ بِظُلْمِهِم مَّا تَرَكَ عَلَيْهَا مِن دَآبَّةٍۢ وَلَٰكِن يُؤَخِّرُهُمْ إِلَىٰٓ أَجَلٍۢ مُّسَمًّۭى ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَـْٔخِرُونَ سَاعَةًۭ ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ Dan kalau Allah menghukum manusia karena kezhalimannya, niscaya tidak akan ada yang ditinggalkan-Nya di bumi dari makhluk yang melata sekalipun, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai waktu yang sudah ditentukan. Maka apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun. QS. 1661 QS. Al Waqi’ah Ayat 60 .نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ ٱلْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ Kami telah menentukan kematian masing-masing kamu dan Kami tidak lemah, QS. 5660 Allah maha kuasa atas segala sesuatu, tidak ada yang mampu mengalahkan kuasa-Nya termasuk tentang kematian, Allah lah yang menentukan kapan dan dimana hamba-Nya akan kembali pada-Nya. QS. Haqqah Ayat 27 .يَٰلَيْتَهَا كَانَتِ ٱلْقَاضِيَةَ Wahai, kiranya kematian itulah yang menyudahi segala sesuatu. QS. 6927 Firman ini menjelaskan bahwa kematian bukanlah akhir dari segala sesuatu atau terlepasnya tanggung jawab seorang hamba, kematian justru menjadi awal dimana setiap hamba akan diminta pertanggungjawaban atas segala urusan yang telah dilakukannya selama hidup di dunia. QS. Al Jumu’ah Ayat 8 .قُلْ إِنَّ ٱلْمَوْتَ ٱلَّذِى تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُۥ مُلَٰقِيكُمْ ۖ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah, yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” QS. 628 Pada kehidupan setelah mati nanti akan ditunjukkan kepada setiap insan segala yang diperbuatnya selama di dunia, dan hanya kepada Allah hamba-Nya kembali. QS. Al Sajdah Ayat 11 .قُلْ يَتَوَفَّىٰكُم مَّلَكُ ٱلْمَوْتِ ٱلَّذِى وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ Katakanlah, “Malaikat maut yang diserahi untuk mencabut nyawamu akan mematikan kamu, kemudian kepada Tuhanmu, kamu akan dikembalikan.” QS. 3211 Allah sudah memiliki malaikat khusus yang bertugas sebagai pencabut nyawa, sekuat apapun seorang hamba berusaha untuk menghindarkan diri dari kematian, tidak akan mampu menolak kematian tersebut jika malaikat maut sudah mendapat perintah dari Allah. QS. Az Zumar Ayat 30 .إِنَّكَ مَيِّتٌۭ وَإِنَّهُم مَّيِّتُونَ Sesungguhnya engkau Muhammad akan mati dan mereka akan mati pula. QS. 3930 Berdasarkan firman tersebut di atas, jelaslah bahwa semua yang ada di dunia tidak kekal, semuaya akan merasakan kematian. QS. An Nisa Ayat 78 أَيْنَمَا تَكُونُوا۟ يُدْرِككُّمُ ٱلْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِى بُرُوجٍۢ مُّشَيَّدَةٍۢ ۗ وَإِن تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌۭ يَقُولُوا۟ هَٰذِهِۦ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ ۖ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌۭ يَقُولُوا۟ هَٰذِهِۦ مِنْ عِندِكَ ۚ قُلْ كُلٌّۭ مِّنْ عِندِ .ٱللَّهِ ۖ فَمَالِ هَٰٓؤُلَآءِ ٱلْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًۭا Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, “Ini dari sisi Allah,” dan jika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka mengatakan, “Ini dari engkau Muhammad.” Katakanlah, “Semuanya datang dari sisi Allah.” Maka mengapa orang-orang itu orang-orang munafik hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?” QS. 478 Allah dan malaikat yang bertugas untuk mencabut nyawa senantiasa mengawasi manusia, dan malaikat tersebut selalu siap menjemput hamba Allah yang sudah dikehendaki untuk diambil nyawanya dimanapun hamba tersebut berada, meskipun berada di suatu tempat yang kokoh yang tidak bisa dijangkau oleh manusia, malaikat akan tetap mampu menggapai dan menghampirinya. QS. Al Munafiqun Ayat 11 .وَلَن يُؤَخِّرَ ٱللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا ۚ وَٱللَّهُ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ Dan Allah tidak akan menunda kematian seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. QS. 6311 Jangan berharap Allah akan menunda kematian seseorang di waktu yang sudah ditentukan, dan bagi seseorang yang sudah diambil nyawanya tidak akan mendapat kesempatan lagi untuk memperbaiki diri, Allah akan memberi balasan padanya sesusai dengan segala sesuatu yang dikerjakannya. “ QS. Al An’aam Ayat 2 .هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن طِينٍۢ ثُمَّ قَضَىٰٓ أَجَلًۭا ۖ وَأَجَلٌۭ مُّسَمًّى عِندَهُۥ ۖ ثُمَّ أَنتُمْ تَمْتَرُونَ Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menetapkan ajal kematianmu, dan batas waktu tertentu yang hanya diketahui oleh-Nya. Namun demikian kamu masih meragukannya. QS. 62 Terjemahan dari ayat ini merupakan kisah tentang kehidupan manusia yang pada awalnya diciptakan dari tanah dan kemudian tumbuh dan berkembang di dalam rahim menjadi bayi yang lemah, pada saat itu pula Allah telah menentukan kapan ajal akan menjemputnya. Kematian akan datang pada waktu yang telah ditentukan tersebut, dan nanti pada masa setelah meninggal dunia juga akan ada hari kebangkitan yaitu hari dimana ketika semua makhluk di dunia ini dikumpulkan dan dihitung amal perbuatannya. Demikian artikel mengenai 15 ayat Al Qur’an tentang kematian beserta penjelasannya, dari berbagai ayat tersebut tentu kita menjad lebih menyadari bahwa hidup hanya sementara, kita semua akan mengalami kematian, apa yang telah kita perbuat selama umur yang telah berjalan ini, apa saja dosa dosa baik kepada Allah ataupun sesama makhluk-Nya, tindakan dan ucapan apa saja yang selama ini yang menyakiti orang tua, orang lain, atau orang orang terdekat kita, semua itu nantinya akan dipertanggungjawabkan, semoga artikel ini membuat kita semua menyadari dan memperbaiki diri. Segala sesuatu yang ada di dunia ini hanyalah titipan semata, kita atau setiap orang di sekitar kita bisa kapan saja diambil oleh Nya dengan jalan kematian, karena itu lakukan lah yang terbaik selama masih diberi kesempatan hidup dengan beribadah kepada Nya dan menyayangi orang orang terdekat kita serta berbuat baik pada sesama. Terima kasih semoga lebih mengingatkan kita semua akan kematian dan menjadi langkah untuk memperbaiki diri serta berbuat sebanyak banyak nya amal kebaikan untuk bekal kehidupan setelah kematian nanti. Sampai jumpa dan salam hangat dari penulis.
Haditsini merupakan asas tentang jalan menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala dan metode supaya bisa mengenal dan meraih cinta-Nya.
Di waktu kecil kita pasti pernah mendengar dongeng tentang orang orang yang hidup kekal di dunia ini dengan keadaan berbahagia selamanya, sesungguhnya itu adalah sesuatu yang batil. Tidak ada sesuatu yang kekal di dunia ini. Kematian merupakan sebuah hakikat yang akan menghampiri semua manusia dan seluruh umat Nya, tidak ada yang mampu menolak atau menunda menurut islam adalah kepastian. Hanya Allah yang mengetahui waktu dan cara nya. Sebab itu manusia diwajibkan bertaqwa dengan berbuat kebaikan sepanjang waktu dan mengingat serta menyebut asma Allah setiap detik kehidupannya sebab kematian bisa datang kapan saja tanpa mengenal usia, status sosial, ataupun kondisinya, baik sehat maupun sakit jika sudah takdir nya maka manusia tak memiliki kemampuan apapun untuk menghindari nya. Salah satu cara meningkatkan iman dan taqwa paling mudah ialah dengan senantiasa mendekatkan diri kepada – telah berfirman bahwa kematian adalah hal yang nyata, bukan sebuah akhir namun awal dari fase kehidupan yang baru, simak 15 ayat Al Qur’an tentang kematian berikut 1. QS Ali Imran Ayat 102“Hai orang orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar benar taqwa kepada Nya dan janganlah sekali kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama islam”. QS Ali Imran 102. Firman ini merupakan peringatan dari Allah untuk senantiasa beribadah dan mengingat Nya sebab merupakan kerugian terbesar ketika seorang hamba meninggal dalam keadaan selain QS Ali Imran Ayat 145“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya”. QS Ali Imran 145. Setiap hamba Allah akan meninggal dengan sepengetahuan dan atas izin Nya, tidak ada yang mampu menentukan kapan dan cara kematiannya sendiri. Sebab merupakan sebuah ketetapan yang hanya diketahui oleh Allah sebagai pencipta QS Ali Imran Ayat 185Tidak ada satu pun ciptaan Allah yang tidak merasakan mati, bahkan malaikat pencabut nyawa pun nantinya juga akan merasakannya dan hanya Allah yang hidup sebelum semua dibangkitkan di hari akhir atau hari pembalasan nanti. Dan kematian bukan akhir dari perjalanan seseorang, melainkan sebuah jalan untuk mencapai kehidupan baru yang lebih yaitu kehidupan di alam kubur dan di akherat yang kekal demikian jika kematian tersebut dilakukan dengan bunuh diri merupakan tindakan yang dilarang oleh agama. Karena sudah jelas bahwa hukum bunuh diri dalam islam diharamkan, “Tiap tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”. QS Ali Imran 185.4. QS Al An’am Ayat 61“Dan diutus Nya malaikat malaikat penjaga sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang diantara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat malaikat Kami dan malaikat malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya”. QS Al An’am 61. Malaikat pencabut nyawa senantiasa menjalankan perintah Allah untuk mencabut nyawa siapa saja yang dikehendaki Nya, bagaimana malaikat tersebut mencabut nyawa tentu berdasar dari segala amal perbuatan yang dilakukan di QS Al Ahzab Ayat 16Manusia mampu menciptakan berbagai teknologi canggih yang dapat meminimalisir dampak dari bencana alam atau kerusakan yang ditimbulkan karena ulah manusia, tetapi sepandai apapun manusia tidak akan mampu menciptakan alat yang bisa menghindarkan seseorang dari kematian, sekuat apapun seorang hamba mencoba dan berusaha, jika Allah sudah berkehendak, tidak ada yang bisa lari dari takdir Nya. “Lari itu sekali kali tidaklah berguna bagimu, jika kamu melaikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika kamu terhindar dari kematian kamu tidak juga mengecap kesenangan kecuali sebentar saja”. QS Al Ahzab 16. 6. QS Al Mu’minum Ayat 99“Keadaan orang kafir apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka dia berkata Ya Tuhanku kembalikanlah aku ke dunia”. QS Al Mu’minum 99. Orang yang sudah mati tidak akan mampu kembali ke dunia untuk meperbaiki kehidupannya setelah kematian, sebab itu kita yang masih diberi kesempatan wajib bersyukur agar bisa lebih paham manfaat bersyukur kepada allah dan memanfaatkan segalanya untuk bekal kehidupan agar tidak menjadi orang yang QS An Nahl Ayat 61Jika Allah sudah menentukan waktu kematian seseorang, waktu kematian yang telah ditetapkan tersebut akan terjadi dengan tepat, tidak maju ataupun mundur walaupun sekejap saja. “Apabila telah tiba waktunya yang ditentukan bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak pula mendahulukannya”. QS An Nahl 61.8. QS Al Waqi’ah Ayat 60“Kami telah menentukan kematian diantara kamu dan Kami sekali kali tidak akan dapat dikalahkan”. QS Al Waqi’ah 60. Allah maha kuasa atas segala sesuatu, tidak ada yang mampu mengalahkan kuasa Nya termasuk tentang kematian, Allah lah yang menentukan kapan dan dimana hamba Nya akan kembali pada QS Haqqah Ayat 27“Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu”. QS Al Haqqah 27. Friman ini menjelaskan bahwa kematian bukanlah akhir dari segalas sesuatu atau terlepasnya tanggung jawab seorang hamba, kematian justru menjadi awal dimana setiap hamba akan diminta pertanggung jawaban atas segala urusan yang dilakukannya di QS Al Jumu’ah Ayat 8“Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. QS Al Jumu’ah 8. Pada kehidupan setelah mati nanti akan ditunjukkan kepada setiap insan segala yang diperbuatnya selama di dunia, dan hanya kepada Allah hamba Nya QS Al Sajdah Ayat 11“Malaikat maut yang diserahi untuk mencabut nyawamu akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan”. QS Al Sajdah 11. Allah sudah memiliki malaikat khusus yang bertugas sebagai pencabut nyawa, sekuat apapun seorang hamba berusaha tidak akan mampu menolak kematian jika malaikat tersebut sudah mendapat perintah dari QS Az Zumar Ayat 30“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati pula”. QS Az Zumar 30. Jelas dari firman tersebut bahwa semua yang ada di dunia tidak kekal, semuaya akan merasakan kematian. 13. QS An Nisa Ayat 78Allah dan malaikat pencabut nyawa senantiasa mengawasi manusia dan malaikat akan siap menjemput hamba Allah yang sudah dikehendaki untuk diambil nyawa Nya dimanapun hamba tersebut berada meskipun berada di suatu tempat yang kokoh yang tidak bisa dijangkau oleh manusia, malaikat akan tetap mampu menggapai dan menghampirinya. “Dimana saja kamu berada kematian akan mendapatkan kamu kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh”. QS An Nisa 78.14. QS Al Munafiqun Ayat 11Jangan berharap Allah akan menunda kematian seseorang di waktu yang sudah ditentukan, seseorang yang sudah diambil nyawa nya tidak akan mendapat kesempatan lagi untuk memperbaiki diri, Allah akan memberi balasan pada nya seusai segala sesuatu yang dikerjakannya. “Dan sekali kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila telah datang waktu kemtiannya, dan Allah maha mengenal apa yang kamu kerjakan”. QS Al Munafiqun 11.15. QS Al An’aam Ayat 2“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah sesudah itu ditentukannya ajal mu, dan ada lagi suatu ajal yang ditentukan untuk berbangkit yang ada pada sisi Nya”. QS Al An’aam 2. Penjelasan ini merupakan kisah tentang kehidupan manusia yang pada awalnya diciptakan dari tanah dan berbentuk bayi yang lemah, pada saat itu pula Allah telah menentukan kapan ajal akan menjemputnya. Kematian akan datang pada waktu yang telah ditentukan tersebut, pada masa setelah meninggal dunia nanti juga akan ada hari kebangkitan yaitu ketika semua makhluk di dunia ini dikumpulkan dan dihitung amal artikel mengenai 15 ayat Al Qur’an tentang kematian beserta penjelasannya, dari berbagai ayat tersebut tentu kita menjad lebih menyadari bahwa hidup hanya sementara, kita smeua akan mengalami kematian, apa yang telah kita perbuat selama umur yang telah berjalan ini, apa saja dosa dosa baik kepada Allah ataupun sesama makhluk Nya, tindakan dan ucapan apa saja yang selama ini yang menyakiti orang tua, orang lain, atau orang orang terdekat kita, itu semua lah yang nantinya akan dipertanyakan, semoga artikel ini membuat kita semua menyadari dan memperbaiki sesuatu yang ada di dunia ini hanyalah titipan semata, kita atau setiap orang di sekitar kita bisa kapan saja diambil oleh Nya dengan jalan kematian, karena itu lakukan lah yang terbaik selama masih diberi kesempatan hidup dengan beribadah kepada Nya dan menyayangi orang orang terdekat kita serta berbuat baik pada kasih semoga lebih mengingatkan kita semua akan kematian dan menjadi langkah untuk memperbaiki diri serta berbuat sebanyak banyak nya amal kebaikan untuk bekal kehidupan setelah kematian nanti. Sampai jumpa dan salam hangat dari penulis.
Berikutini dalil ayat Al-Quran yang menggambarkan peran ayah dalam pengasuhan anak. Selama ini, pengasuhan kerap dikaitkan dengan sosok ibu. Masyarakat memandang bahwa ibu lebih berperan dalam pengasuhan anak di rumah. Sementara itu, ayah bertanggung jawab untuk bekerja dan menafkahi anak-istrinya. Akan tetapi, pada dasarnya ayah juga berperan

HADITS YANG PALING MULIA TENTANG SIFAT-SIFAT WALI-WALI ALLAHOleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas حفظه اللهعَنْ أَبِـيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللّـهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ تَعَالَـى قَالَ مَنْ عَادَى لِـيْ وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْـحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ عَبْدِيْ بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَـيَّ مِمَّـا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِيْ يَتَقَرَّبُ إِلَـيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِيْ يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِيْ يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِيْ يَبْطِشُ بِهَا ، وَرِجْلَهُ الَّتِيْ يَمْشِيْ بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِيْ لَأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِـيْ لَأُعِيْذَنَّهُ». Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu ia berkata, Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla berfirman, ’Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti melindunginya.’”Kelengkapan hadits ini adalahوَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِيْ عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُAku tidak pernah ragu-ragu terhadap sesuatu yang Aku kerjakan seperti keragu-raguan-Ku tentang pencabutan nyawa orang mukmin. Ia benci kematian dan Aku tidak suka HADITS Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Imam Bukhâri, no. 6502; Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ , I/34, no. 1; al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra, III/346; X/219 dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, no. 1248, dan lainnyaSetelah membawakan hadits ini, al-Baghâwi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini shahih.”Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Rabb-nya. Kemudian beliau t bawakan hadits di atas.[1]Hadits ini –walaupun diriwayatkan oleh Bukhâri rahimahullah dalam kitab Shahîhnya- termasuk hadits yang diperbincangkan para ulama karena ada rawi yang lemah. Namun hadits ini shahih karena ada syawâhid penguat-penguatnya, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah dalam Silsilatul Ahâdîts ash-Shahîhah, no. HADITS ath-Thûfi rahimahullah berkata, “Hadits ini merupakan asas tentang jalan menuju Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan metode supaya bisa mengenal dan meraih cinta-Nya. Karena pelaksanaan kewajiban batin yaitu iman dan kewajiban zhahir yaitu Islam dan gabungan dari keduanya yaitu ihsân, semuanya terdapat dalam hadits ini, sebagaimana semuanya ini juga terkandung dalam hadits Jibril Alaihissalam . Dan ihsân menghimpun kedudukan orang-orang yang menuju kepada Allâh berupa zuhud, ikhlas, muraqabah, dan lainnya.[2]Firman Allâh Azza wa Jalla dalam hadits di atas مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ”Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya.”Maksudnya, “Sungguh Aku mengumumkan kepadanya bahwa Aku memeranginya karena ia memerangi-Ku dengan memusuhi wali-wali-Ku.” Jadi, wali-wali Allâh wajib dicintai dan haram dimusuhi, sebagaimana musuh-musuh Allâh wajib dimusuhi dan haram Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia … ” [al-Mumtahanah/601]Dan Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya penolong walimu hanyalah Allâh, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, seraya tunduk kepada Allâh. Dan barangsiapa menjadikan Allâh, Rasul-Nya dan orang-orang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut agama Allâh itulah yang menang.” [al-Mâidah/555-56]Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa sifat kekasih-kekasih-Nya yang Allâh Azza wa Jalla cintai dan mereka mencintai-Nya yaitu rendah hati terhadap kaum mukminin dan tegas terhadap orang-orang bahwa segala bentuk kemaksiatan adalah bentuk memerangi Allâh Azza wa Jalla , semakin jelek perbuatan dosa yang dikerjakan, semakin keras pula permusuhannya terhadap Allâh. Karena itulah Allâh menamakan pemakan riba[3] dan perampok[4] sebagai orang-orang yang memerangi Allâh dan Rasul-Nya. Karena besarnya kezhaliman mereka kepada hamba-hamba-Nya serta usaha mereka mengadakan kerusakan di bumi. Demikian pula orang yang memusuhi para wali Allâh Azza wa Jalla . Mereka itu telah memusuhi Allâh dan telah memerangi-Nya.[5]Sifat dan ciri-ciri wali-wali Allâh Azza wa Jalla Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Ingatlah wali-wali Allâh itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan senantiasa bertakwa.” [Yûnus/1062-63]Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla menjelaskan sifat para wali-Nya. Pertama, mereka memiliki iman yang jujur; Dan kedua, mereka bertakwa kepada Allâh Azza wa Jalla .Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda … إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ بِي الْمُتَّقُوْنَ ، مَنْ كَانُوْا وَحَيْثُ كَانُوْا …Sesungguhnya orang-orang yang paling utama disisiku adalah orang yang bertakwa, siapapun dan dimanapun mereka…[6]Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, ”Maksud wali Allâh adalah orang yang mengenal Allâh, selalu mentaati-Nya dan ikhlas dalam beribadah kepada-Nya.”[7]Pintu ini terbuka bagi siapa saja yang ingin menjadi wali Allâh. Dalam ayat lain, Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa para wali Allâh itu bertingkat-tingkat. Allâh berfirman, yang artinya, “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada yang menzhalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allâh. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.” [Fâthir/3532]Tingkatan-tingkat itu adalah Pertama, orang yang menzhalimi diri sendiri. Mereka adalah pelaku dosa-dosa. Ibnu Katsir rahimahullah berkata, ”Mereka yang melalaikan sebagian hal-hal yang wajib dan melakukan sebagian perbuatan haram.”Kedua, orang yang pertengahan. Mereka yang melaksanakan hal-hal yang wajib, menjauhi yang haram, namun mereka meninggalkan yang sunat dan terjatuh pada yang orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan, mereka selalu melaksanakan yang wajib dan yang sunnah, meninggalkan yang haram dan wali Allâh yang paling utama adalah para Nabi dan Rasul ’Alaihimus shalatu wassalam. Dan setelah mereka adalah para sahabat Radhiyallahu anhum. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Muhammad adalah utusan Allâh, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allâh dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka yang diungkapkan dalam Taurat dan sifat-sifat mereka yang diungkapkan dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allâh hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan kekuatan orang-orang mukmin. Allâh menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan diantara mereka, ampunan dan pahala yang besar.” [al-Fath/4829]Para sahabat Radhiyallahu anhum merupakan contoh yang agung dalam mewujudkan perwalian kepada Allâh Azza wa Jalla . Barangsiapa ingin meraih ridha Allâh, maka hendaknya dia menempuh jalan Allâh mereka tidak memiliki ciri-ciri yang khusus. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata ”Para wali Allâh tidak memiliki sesuatu yang membedakan mereka dan manusia umumnya dalam perkara yang mubah. Mereka tidak berbeda dalam hal pakaian, menggundul rambut atau memendekkannya, karena keduanya perkara yang mubah. Sebagaimana dikatakan, betapa banyak orang yang jujur memakai pakaian biasa, dan betapa banyak zindiq yang memakai pakaian bagus.”[8]Para wali Allâh tidak ma’shûm terjaga dari dosa. Mereka manusia biasa terkadang salah, keliru, dan berbuat dosa. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Dan orang yang membawa kebenaran Muhammad dan orang yang membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Rabbnya. Demikianlah balasan bagi orang-orang yang berbuat baik, agar Allâh menghapus perbuatan mereka yang paling buruk yang pernah mereka lakukan dan memberi pahala kepada mereka dengan yang lebih baik daripada apa yang mereka kerjakan.” [az-Zumar/3933-35]Ayat ini memberi gambaran tentang wali-wali Allâh, yaitu Allâh akan memberi pahala yang lebih baik dari amalan mereka. Ini merupakan balasan atas taubat mereka dari perbuatan dosa. Ayat ini juga menetapkan bahwa para wali Allâh selain para Nabi dan Rasul, terkadang berlaku salah dan dosa. Diantara dalil yang menguatkan bahwa para wali Allâh selain para Nabi dan Rasul yaitu para sahabat jatuh dalam kesalahan adalah terjadinya peperangan diantara mereka dan juga ijtihad-ijtihad mereka yang terkadang keliru. Dan ini sudah diketahui oleh mereka yang sering membaca perkataan-perkataan para sahabat dalam kitab-kitab fiqih dan yang lainnya.[9]Meski demikian, kita tidak boleh mencela mereka, bahkan kita dianjurkan untuk mendo’akan kebaikan untuk mereka. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka Muhajirin dan Anshar, berdoa, ’Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-ssaudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sungguh, Engkau Maha penyantun, Maha penyayang.” [al-Hasyr/5910]Para shahabat adalah orang-orang yang dijanjikan ampunan oleh Allâh Ta’ala dan dijanjikan Surga. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-Fath ayat Allâh Azza wa Jalla dalam hadits di atas, yang artinya, “Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada dengan hal-hal yang Aku wajibkan. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.”Setelah Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa memusuhi para wali-Nya berarti memerangi-Nya, selanjutnya Allâh menjelaskan sifat para wali-Nya. Allâh Azza wa Jalla juga menyebutkan apa yang dapat mendekatkan seorang hamba Allâh ialah orang-orang yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya dengan segala yang dapat mendekatkan diri mereka kepada-Nya. Sebaliknya, musuh-musuh Allâh ialah orang-orang yang dijauhkan dan terusir dari rahmat Allâh Azza wa Jalla sebagai akibat amal perbuatan Azza wa Jalla membagi para wali-Nya menjadi dua kelompok Pertama, yang mendekatkan diri dengan melaksanakan hal-hal wajib. Ini mencakup melaksanakan kewajiban dan meninggalkan yang diharamkan, sebab semuanya itu termasuk melaksanakan yang diwajibkan oleh Allâh kepada para yang mendekatkan diri dengan amalan-amalan sunat setelah amalan-amalan jelas bahwa tidak ada bisa mendekatkan kepada Allâh, menjadi wali-Nya, dan meraih kecintaan-Nya kecuali dengan menjalankan ketaatan yang disyari’atkan-Nya melalui lisan Rasul-Nya. Jika ada yang mengklaim dirinya meraih derajat wali dan dicintai Allâh Azza wa Jalla tetapi tidak jalan ini, maka jelas ia dusta. Seperti kaum musyrik yang mendekatkan diri kepada Allâh dengan cara menyembah tuhan-tuhan selain Allâh. Seperti dikisahkan Allâh Azza wa Jalla tentang mereka, yang artinya, “…Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia berkata, ”Kami tidak menyembah mereka melainkan berharap agar mereka mendekatkan kami kepada Allâh dengan sedekat-dekatnya…” [az-Zumar/393]Dan Allâh mengisahkan tentang orang-orang Yahudi dan Nashrani yang mengklaim mereka anak-anak dan kekasih[10] Allâh Azza wa Jalla , padahal mereka terus-menerus mendustakan para rasul, mengerjakan larangan-Nya serta meninggalkan kewajiban. Oleh karena itu dalam hadits di atas, Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa wali-wali Allah itu terbagi dalam dua tingkatan Pertama, tingkatan orang-orang yang mendekatkan diri dengan mengerjakan hal-hal yang wajib. Ini tingkatan al-muqtashidîn pertengahan atau golongan kanan. Mengerjakan amalan fadhu adalah amalan terbaik. Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu mengatakan, ”Sebaik-baik amal ialah menunaikan apa saja yang diwajibkan Allâh Azza wa Jalla .”’Umar bin ’Abdul ’Aziz Radhiyallahu anhuma berkata dalam khutbahnya, ”Ibadah yang paling baik ialah menunaikan ibadah-ibadah wajib dan menjauhi hal-hal yang diharamkan.”[11]Karena tujuan Allâh Azza wa Jalla mewajibkan berbagai kewajiban ini supaya para hamba bisa mendekatkan diri kepada-Nya dan agar mereka bisa meraih ridha dan rahmat Allâh Azza wa Jalla .Kedua, tingkatan orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan, yaitu orang-orang yang mendekat diri dengan ibadah-ibadah wajib kemudian bersungguh-sungguh mengerjakan ibadah-ibadah sunnah dan menjaga diri dari yang makruh dan bersikap wara’ takwa. Sikap itu menyebabkan seseorang dicintai Allâh, seperti difirmankan Allâh, “Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.”Dan barangsiapa dicintai Allâh, maka Allâh akan anugerahkan rasa cinta kepada-Nya, taat kepada-Nya, sibuk berdzikir dan berkhidmat kepada-Nya. Itu semua menyebabkannya semakin dekat dengan Allâh dan terhormat di sisi-Nya seperti difirmankan Allâh Azza wa Jalla يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌWahai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu murtad keluar dari agamanya, maka kelak Allâh mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allâh, dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela. Itulah karunia Allâh yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allâh Mahaluas pemberian-Nya, Maha Mengetahui.” [al-Mâidah/554]Dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa orang yang tidak cinta dan tidak berusaha mendekat kepada Allâh, maka Allâh tidak akan memperdulikannya dan tidak akan memberikannya anugrah yang agung ituyaitu rasa cinta. Jadi, orang yang berpaling dari Allâh, ia tidak akan mendapatkan ganti Allâh untuk dirinya sedang Allâh Azza wa Jalla mempunyai banyak pengganti meninggalkan Allâh Azza wa Jalla , maka ia tetap merugi. Bagaimana tidak, karena ia hanya mendapatkan sebagian kecil dari dunia, padahal dunia dan seisinya disisi Allâh Azza wa Jalla tidak lebih berharga dari satu helai sayap seekor itu, Allâh Azza wa Jalla menjelaskan tentang sifat-sifat orang-orang yang Dia cintai dan mereka mencintai-Nya, Allâh berfirman dalam al-Maidah/554 diatas, yang artinya,”Dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang beriman, tetapi bersikap keras terhadap orang-orang kafir,” maksudnya, mereka bergaul dengan kaum mukminin dengan rendah hati dan tawadhu’, dan mereka memperlakukan orang-orang kafir dengan sikap keras. Karena ketika mereka sudah mencintai Allâh, maka tentu mereka juga mencintai para wali Allâh sehingga mereka bergaul dengan para wali Allâh dengan cinta dan kasih sayang. Mereka juga membenci musuh-musuh Allâh yang memusuhi-Nya lalu memperlakukan dengan sikap keras. Allâh berfirman مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ Muhammad adalah utusan Allâh dan orang-orang yang bersama dia keras terhadap orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka…” [al-Fath/4829]Kesempurnaan cinta seseorang kepada Allâh dibuktikan dengan memerangi musuh-musuh Allâh Azza wa Jalla . Jihad juga merupakan wahana untuk mengajak orang-orang yang berpaling dari Allâh agar kembali setelah sebelumnya didakwahi dengan hujjah dan petunjuk. Jadi, para wali Allâh itu ingin membimbing manusia menuju pintu Allâh Azza wa Jalla . Barangsiapa tidak merespon dakwah dengan sikap lemah lembut, ia perlu diajak dengan sikap keras. Disebutkan dalam hadits,عَجِبَ اللهُ مِنْ قَوْمٍ يُقَادُوْنَ إِلَـى الْـجَنَّةِ فِـيْ السَّلَاسِلِAllâh merasa heran kepada kaum yang dituntun ke surga dalam keadaan dibelenggu.[12]Diantara sifat wali Allâh yang disebutkan dalam firman-Nya al-Maidah/554 diatas, yang artinya,“Dan yang tidak takut celaan orang-orang yang suka mencela,” maksudnya, orang-orang yang mencintai Allâh hanya menginginkan ridhai-Nya. Ia ridha kepada siapa saja yang Allah ridhai dan benci kepada siapa saja yang Dia benci. Jadi, orang yang masih takut celaan dalam mencintai pihak yang dicintainya, berarti cintanya tidak dalam firman-Nya al-Maidah/554 tersebut, Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Itulah karunia Allâh yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki.” Karunia maksudnya ialah derajat kewalian dengan sifat-sifat yang telah YANG PALING BISA MENDEKATKAN KEPADA ALLAH Ibadah-ibadah wajib dan sunnah yang paling mendekatkan kepada Allâh Azza wa Jalla ialah mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allâh Azza wa Jalla , mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa, sedekah dan lain sebagainya termasuk banyak membaca al-Qur’ân, mendengarkannya, merenungkannya serta berusaha memahaminya. Khabbâb bin al-Art Radhiyallahu anhu mengatakan, ”Mendekatlah kepada Allâh sesuai dengan kemampuanmu. Ketahuilah, engkau tidak dapat mendekat kepada-Nya dengan sesuatu yang lebih Dia cintai daripada firman-Nya al-Qur’ân.”[13]Bagi orang yang mencintai Allâh Azza wa Jalla tidak ada yang lebih manis daripada membaca al-Qur’ân. Utsmân bin ’Affân Radhiyallahu anhhu berkata, ”Jika hati kalian bersih, kalian tidak akan pernah kenyang dengan firman Rabb kalian.”Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, ”Barangsiapa mencintai al-Qur’ân berarti ia mencintai Allâh dan Rasul-Nya.”[14]Ibadah sunnah lainnya yang dapat mendekatkan kepada Allâh ialah banyak berdzikir dengan hati dan lisan. Dan diantara ibadah-ibadah sunnah lainnya yang lebih mendekatkan kepada Allâh ialah mencintai para wali Allâh dan orang-orang yang dicintai-Nya dan memusuhi para musuh-Nya karena-Nya.[15]Firman Allâh Azza wa Jalla dalam hadits di atas, yang artinya, “Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.”Maksudnya, barangsiapa bersungguh-sungguh dalam mendekat kepada Allâh Azza wa Jalla dengan ibadah-ibadah wajib lalu ibadah-ibadah sunnah, maka Allâh akan mendekatkannya kepada-Nya dan menaikkan derajatnya dari tingkatan iman ke tingkatan ihsân. Karenanya, ia menjadi hamba yang beribadah kepada Allâh dengan merasa selalu diawasi Allâh sehingga hatinya penuh dengan ma’rifat pengenalan kepada Allâh, cinta kepada-Nya, takut kepada-Nya, malu kepada-Nya, mengagungkan-Nya, merasa tenang dengan-Nya dan rindu hati dipenuhi dengan pengagungan kepada Allâh, maka yang lainnya akan lenyap dari hati tersebut serta ia tidak lagi punya keinginan kecuali yang diinginkan Rabb-nya. Saat itulah, seorang hamba tidak bicara kecuali dengan dzikir kepada Allâh dan tidak bergerak kecuali dengan perintah-Nya. Jika ia bicara, ia bicara dengan bimbingan Allâh. Jika ia mendengar, ia mendengar dengan bimbingan-Nya. Jika ia melihat, ia melihat dengan bimbingan-Nya. Jika ia berbuat, ia berbuat dengan-Nya. Itulah yang dimaksud dengan firman Allâh Ta’ala, ” Jika Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan untuk berjalan.”Barangsiapa menafsirkan dan mengisyaratkan hadits di atas dengan hulul menitisnya Allâh kepada makhluk atau ittihad manunggaling kawula gusti atau ajaran lain maka ia telah sesat dan menyesatkan dan ia telah mengisyaratkan kepada ini iermasuk salah satu rahasia tauhid, karena kalimat LAA ILAAHA ILLALLAAH maknanya seseorang hamba tidak menuhankan selain Allâh dalam cinta, harapan, takut dan taat. Jika hati sudah penuh dengan tauhid yang sempurna, maka tidak ada lagi kecintaan untuk mencintai apa yang tidak dicintai Allâh atau kebencian untuk membenci apa yang tidak dibenci Allâh. Barangsiapa hatinya seperti ini, maka organ tubuhnya tidak akan bergerak kecuali dalam ketaatan kepada Allâh dan ia tidak mempunyai keinginan kecuali di jalan Allâh dan pada sesuatu bisa mendatangkan ridha-Nya.[16]Firman Allâh Azza wa Jalla dalam hadits di atas, yang artinya, “Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti melindunginya.”Ini menunjukkan bahwa orang yang dicintai Allâh dan didekatkan kepada-Nya memiliki kedudukan khusus di sisi Allâh Azza wa Jalla sehingga jika ia meminta sesuatu kepada Allâh Azza wa Jalla , Allâh memberikan apa yang diminta; Jika ia memohon perlindungan kepada-Nya maka Allâh Azza wa Jalla akan melindunginya; Dan jika ia berdo’a maka Dia mengabulkan do’anya. Dan kisah-kisah tentang orang yang do’anya mustajab banyak kita temukan dalam kisah-kisah generasi Salaf. Diantaranya Dikisahkan bahwa ar-Rubayyi’ binti an-Nadhr memecahkan gigi depan seorang wanita kemudian kabilah ar-Rubayyi’ binti an-Nadhr menawarkan diyat kepada kabilah wanita tersebut, namun ditolak. Kabilah ar-Rubayyi’ binti an-Nadhr meminta maaf kepada kabilah wanita tersebut, lagi-lagi kabilah wanita tersebut menolak. Akhirnya Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam memutuskan qishash. Anas bin an-Nadhr Radhiyallahu anhu berkata, “Apakah gigi depan ar-Rubayyi’ akan dipecahkan, wahai Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ? Demi Dzat yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, gigi depannya tidak akan dipecakan.” Akhirnya, kabilah wanita itu ridha dan mengambil diyat kemudian Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda إِنَّ مِنْ عِبَادِ اللهِ مَنْ لَـوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ di antara hamba-hamba Allâh terdapat orang yang jika bersumpah kepada Allâh, maka Allâh pasti melaksanakan sumpahnya[17] Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu anhu adalah orang yang do’anya mustajab. Suatu hari, ada seseorang membuat cerita bohong yang memojokkan Sa’ad Radhiyallahu anhu . Kemudian Sa’ad Radhiyallahu anhu berdo’a, ”Ya Allâh, jika orang tersebut bohong, panjangkanlah usianya dan hadapkanlah fitnah-fitnah padanya.” Akhirnya orang itu tertimpa apa yang dido’akan Sa’ad Radhiyallahu anhu . Ia mengganggu budak-budak wanita di jalan sambil berkata, ”Aku orang lanjut usia, tertimpa fitnah dan aku terkena do’a Sa’ad.”[18]Seorang wanita bertengkar dengan Sa’îd bin Zaid Radhiyallahu anhu di lahan Sa’îd bin Zaid. Wanita tersebut menuduh Sa’id bin Zaid Radhiyallahu anhu merebut lahan tersebut darinya. Kemudian Sa’id bin Zaid Radhiyallahu anhu berkata, ”Ya Allâh, jika wanita itu bohong, butakanlah matanya dan bunuh dia di lahannya.” Ternyata, wanita tersebut buta. Dan suatu malam, ketika ia berjalan di lahannya, ia terjatuh di sumur kemudian meninggal.[19]al-Ala’ bin al-Hadhrami Radhiyallahu anhu berada dalam salah satu detasemen kemudian anggota detasemen tersebut kehausan. Kemudian al-Ala’ bin al-Hadhrami Radhiyallahu anhu shalat lalu berdo’a, ”Ya Allâh, wahai Dzat Yang Maha Mengetahui, wahai Dzat Yang Maha Pemurah, wahai Dzat Mahatinggi, dan wahai Dzat Yang Mahaagung, sesungguhnya kami hamba-hamba-Mu dan berada di jalan-Mu, kami memerangi musuh-Mu, karenanya, berikanlah kepada kami air hingga kami bisa minum dan berwudhu’ dan janganlah Engkau berikan air itu sedikit pun kepada siapa pun selain kami.” Lalu detasemen itu jalan sebentar kemudian menemukan sungai dari air hujan lalu mereka meminumnya dan mengisi wadah-wadah mereka hingga penuh. Setelah itu, mereka berangkat lalu salah seorang dari sahabat-sahabat al-Ala’ bin al-Hadhrami Radhiyallahu anhu kembali ke sungai tersebut, namun ia tidak melihat apa-apa di dalamnya dan seakan di tempat itu tidak pernah ada air.[20]Kisah-kisah seperti di atas sangat banyak dan panjang sekali kalau disebutkan semuanya. Sebagian besar generasi salaf yang doanya dikabulkan tetap bersabar atas musibah, memilih pahalanya, dan mengharapkan ganjaran dari musibah Allâh Azza wa Jalla dalam hadits di atas, yang artinya, “Aku tidak pernah ragu-ragu terhadap sesuatu yang Aku kerjakan seperti keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa orang mukmin. Ia benci kematian dan Aku tidak suka menyusahkannya.”Maksudnya, Allâh Azza wa Jalla telah menentukan kematian bagi hamba-hamba-Nya seperti yang Dia firmankan dalam Surat Ali Imran/3185. Saat akan meninggal, seseorang akan merasakan sakit yang luar biasa bahkan sakit yang paling pedih.’Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata kepada Ka’ab Radhiyallahu anhu , ”Jelaskan kepadaku tentang kematian!” Ka’ab Radhiyallahu anhu berkata, ”Wahai Amîrul Mukminîn, kematian itu ibarat pohon besar dan banyak durinya yang masuk ke kerongkongan seorang manusia, sehingga duri-duri itu menancap pada urat-uratnya, kemudian pohon itu ditarik keluar oleh orang yang kuat. Tercabutlah apa yang tercabut, dan tertinggal apa yang tertinggal.” Kemudian ’Umar Radhiyallahu anhu menangis.[21]Ketika ’Amr bin al-’Ash Radhiyallahu anhu hendak meninggal, anaknya bertanya tentang ciri-ciri kematian. ’Amr bin al-’Ash Radhiyallahu anhu menjawab, ”Demi Allâh, kedua lambungku seakan berada di suatu tempat, aku seperti bernafas dari lubang jarum, dan seakan ada ranting berduri ditarik dari kedua kakiku hingga kepalaku.”[22]Ketika kematian sangat menyakitkan seperti itu, padahal Allâh telah menetapkannya untuk seluruh hamba-Nya dan itu mesti terjadi sementara Allâh Mahatinggi juga tidak suka menyakiti orang mukmin, oleh karena itu Allâh menamakan hal ini sebagai keragu-raguan terkait dengan orang Mukmin. Sedangkan para nabi, mereka tidak meninggal sehingga mereka diberi hak Shallallahu alaihi wa sallam bersabda …وَلَـكِنَّ الْـمُؤْمِنَ إِذَا حَضَرَهُ الْـمَوْتُ ، بُشِّرَ بِرِضْوَانِ اللَّـهِ وَكَرَامَتِهِ ، فَلَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِـمَّـا أَمَامَهُ ، فَأَحَبَّ لِقَاءَ اللَّـهِ وَأَحَبَّ اللَّـهُ لِقَاءَهُ…Akan tetapi seorang mukmin apabila didatangi kematian maka ia diberi kabar gembira tentang keridhaan Allâh dan kemuliaan-Nya. Karenanya, tidak ada sesuatu yang lebih ia sukai daripada apa yang ada di depannya. Ia merasa senang bertemu Allâh dan Allâh pun senang bertemu dengannya.[23]Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan makna at-taraddud ragu-ragu dalam hadits di muka, “Ini adalah hadits yang paling mulia yang menjelaskan sifat-sifat para wali Allâh. Sekelompok orang menolak hadits ini dan mengatakan bahwa Allâh Azza wa Jalla tidak boleh dinyatakan memiliki sifat ragu. karena orang yang ragu adalah orang yang tidak mengetahui akibat dari sebuah perkara. Sedangkan Allâh Mahamengetahui akibat dari semua perkara. Bahkan mungkin sebagian dari mereka Ahli kalam mengatakan bahwa Allâh berbuat dengan perlakuan yang penuh keraguan!Penjelasan yang sebenarnya adalah, sabda Rasûlullâh adalah benar dan tidak ada yang lebih mengetahui tentang Allâh, lebih sayang terhadap umat, lebih fasih dan lebih gamblang penjelasannya dibandingkan Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam . Kalau begitu, maka orang yang mengingkarinya termasuk orang yang paling sesat, paling bodoh dan paling buruk akhlaknya. Orang seperti itu wajib diberi pelajaran dan dihukum sebagai ta’zîr peringatan supaya jera. Yang wajib diperhatikan, bahwa kita wajib menjaga sabda Rasûlullâh dari sangkaan batil dan keyakinan yang tetapi orang yang ragu-ragu diantara kita, meskipun keragu-raguannya dikarenakan dia mengetahui akibat dari sebuah perkara, maka tidak bisa kita samakan sebuah sifat yang khusus bagi Allâh dengan sifat salah seorang dari kita, karena tidak ada sesuatu pun yang sama dengan Allâh. Kemudian, ini juga bathil, karena keraguan seseorang terkadang disebabkan ketidaktahuannya terhadap akibat dari sesuatu, dan terkadang juga karena dua perbuatan tersebut yakni melakukan atau meninggalkan mengandung maslahat dan mafsadat. Dia ingin melakukannya karena ada maslahatnya dan pada saat yang sama dia tidak mau melakukannya karena ada mafsadat bahayanya. Disini dia ragu bukan karena dia tidak tahu tentang sesuatu yang dicintai dari satu sisi dan dibenci dari sisi yang seperti ini sama dengan keinginan orang sakit untuk minum obat yang tidak ia sukai. Bahkan, semua amal shaleh yang diinginkan seorang hamba tapi tidak disukai oleh jiwa termasuk dalam bab ini. Dalam sebuah hadits Rasûlullâh Shallallahu alaihi wa sallam bersabda حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ، وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِSurga dikelilingi oleh perkara-perkara yang dibenci dan Neraka dikelilingi oleh syahwat[24]Dan juga firman-Nya, yang artinya, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu…” [al-Baqarah/2216]Dari penjelasan di atas maka makna at-taraddud keragu-raguan yang disebutkan dalam hadits menjadi jelas bagi kita. Karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam hadits qudsi diatas, “Hambaku tiada henti-hentinya mendekat kepadaKu dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya.” Sesungguhnya orang yang seperti ini keadaannya, ia akan dicintai oleh Allâh dan dia cinta kepada Allâh. Ia akan mendekatkan diri kepada Allâh dengan mengerjakan amalan wajib dan bersungguh-sungguh dalam mengerjakan amalan sunnah yang Allâh cintai berikut pelakunya. Hamba itu telah mengerjakan apa-apa yang dicintai oleh Allah dengan segenap kemampuannya, maka Allâh akan mencintainya karena pekerjaan hamba-Nya dari dua sisi dengan keinginan yang sama, dimana seseorang itu mencintai apa-apa yang dicintai oleh orang yang dia cintai, dan membenci apa-apa yang dibenci. Allâh juga benci terhadap kejelekan yang menimpa hamba-Nya. Maka, konsekuensinya Allâh membenci kematian agar bertambah kecintaan-Nya terhadap Azza wa Jalla telah menetapkan kematian, dan semua yang Allâh tetapkan itu atas keinginan-Nya dan pasti terjadi. Allâh menginginkan kematian hamba-Nya sebagaimana yang Dia sudah takdirkan. Namun Allâh juga tidak mau menyusahkan hamba-Nya dengan kematian. Sehingga, dari satu sisi, kematian itu adalah suatu yang dikehendaki tapi disisi lain ia tidak disukai. Inilah hakikat at-taraddud keraguan itu yaitu mengiinginkan sesuatu dari satu sisi dan membenci sesuatu itu dari sisi yang lain, meskipun akhirnya harus memilih satu dari dua sisi tersebut. Sebagaimana Allâh Azza wa Jalla memilih untuk menguatkan keinginan untuk mematikan hamba-Nya yang mukmin meski dibarengi dengan rasa tidak ingin menyusahkan hamba-Nya. Dan keinginan Allâh Azza wa Jalla untuk mematikan hamba-Nya yang mukmin yang dicintai-Nya dan tidak ingin disakiti jelas tidak sama dengan keinginan Allâh untuk mematikan orang kafir yang dibenci-Nya dan ingin disakiti.[25]FAWAA-ID HADITSMengerjakan yang wajib lebih didahulukan daripada yang yang wajib lebih utama dari amal yang sunnah dapat menutupi kekurangan amal antara sebab mendapatkan cinta Allâh adalah melaksanakan amalan wajib dan sifat mahabbah cinta bagi Allâh adalah orang yang beriman dan bertakwa, yang melaksanakan amalan wajib dan sunnah, serta meninggalkan yang diharamkan Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya n .Ancaman bagi orang yang memusuhi para wali yang memusuhi wali-wali Allâh, dengan mengolok, mengganggu, menyiksa, menyakiti atau membenci mereka, dia akan mendapat siksa di dunia dan hamba –betapapun tinggi derajatnya-, dia tidak boleh berhenti berdo’a, memohon kepada Allâh, karena yang demikian lebih menampakkan kehinaan dan kerendahan kepada diri kepada Allâh Azza wa Jalla dengan amalan wajib dan sunnah sebagai sebab terkabulkannya do’a, dijaga dan dilindungi oleh Allâh Azza wa Jalla .Di antara para wali Allâh, ada yang diberi karamah kemuliaan dengan do’anya mustajab, dijaga, dilindungi oleh Allâh Azza wa Jalla dan karamah hadits ini tidak ada sedikitpun dalil atau hujjah bagi kelompok sesat yang berpendapat bahwa Allâh menyatu dalam diri kenabian dan kerasulan lebih tinggi di sisi Allâh daripada derajat adalah sesuatu yang pasti. Semua yang bernyawa pasti wajib menetapkan semua nama-nama dan sifat-sifat Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Semua nama-nama dan sifat-sifat Allâh itu tidak sama dengan nama dan sifat makhluk-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia yang Maha Mendengar, Maha Melihat.” [asy-Syûra/4211].Allâh Azza wa Jalla telah menetapkan kematian wali-Nya dan itu pasti terjadi, meskipun demikian Allâh Azza wa Jalla juga tidak ingin menyusahkan wali-Nya. Inilah yang dinamakan Karîm dan Imam Abu an-Nasa’ Ibni Hibbân at-Ta’lîqâtul Hisân.Mu’jamul Kabîr lith Auliyâ’Thabaqaat Ibni Sa’ Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Uluum wal Hikam, karya Ibnu Rajab al-Hanbali. Tahqiq Syu’aib al-Arnauth dan Ibrahim al-Ahaadiits al-Jaami’ al-Arba’iin an-Nawawiyyah, Syaikh Syarh Arba’ wa Fawaa-id minal Arba’iin Naazhiriin Syarah Riyaadus baina Auliyaa-ir Rahmaan wa Auliyaa-is Syaithaan, tahqiq Syaikh Salim al-Hilaly.[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote [1] Majmû’ Fatâwâ, X/58-59. [2] Lihat Fat-hul Bâri XI/345 karya al-Hâfizh Ibnu Hajar al-Asqalani. [3] Lihat QS. al-Baqarah/2278-279. [4] Lihat QS. al-Mâidah/533. [5] Diringkas dari Jâmi’ul ’Ulûm wal Hikam II/334-335. [6] Shahih HR. Ahmad V/235, Ibnu Hibbân no. 646 –at-Ta’lîqâtul Hisân dan no. 2504 –Shahîhul Mawârid, ath-Thabarani XX/no. 241, 242, dan lainnya dari Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu anhu. Dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahih al-Jami’ish Shagîr no. 2012. [7] Fathul Bâri XI/342. [8] al-Furqân Baina Auliyâ’ir Rahmân wa Auliyâ’is Syaithân hlm. 65-66, tahqiq Syaikh Salim al-Hilaly. [9] Qowâ’id wa Fawâ-id minal Arba’în an-Nawawiyah hlm. 334-336. [10] Lihat QS. al-Mâidah/518 [11] Diringkas dari Jâmi’ul ’Ulûm wal Hikam II/336. [12] Shahih HR. Bukhâri no. 3010, Ahmad II/302, Abu Dâwud no. 2677, dan Ibnu Hibbân no. 134 –at-Ta’lîqâtul Hisân. [13] HR. al-Hâkim II/441 dan beliau t menshahihkannya serta disepakati adz-Dzahabi rahimahullah . [14] HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabîr no. 8657. [15] Diringkas dan ditambah dari Jâmi’ul ’Ulûm wal Hikam II/335-344. [16] Diringkas dari Jâmi’ul ’Ulûm wal Hikam II/345-348. [17] Shahih HR. Bukhâri no. 2703, Muslim no. 1675, Abu Dâwud no. 4595, an-Nasâ’i VIII/28, Ibnu Mâjah no. 2649, dan Ibnu Hibbân no. 6457 –at-Ta’lîqâtul Hisân, dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu . [18] HR. Bukhâri no. 755, dari Jâbir bin Samurah Radhiyallahu anhu . [19] HR. Muslim no. 1610 139. [20] HR. Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’ I/38, no. 12. [21] Hilyatul Auliyâ’ V/401, no. 7514 [22] Thabaqât Ibni Sa’ad III/186 [23] Shahih HR. Bukhâri no. 6507, dari Aisyah Radhiyallahu anha. [24] Shahih HR. Ahmad III/153, Muslim no. 2822, Tirmidzi no. 2559, dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu . [25] Majmuu’ Fataawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah XVIII/129-131. Lihat juga Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah IV/191-192.

suaminyatidak mempunyai anak, dan istri mendapat 1/8 bagian jika suaminya mempunyai anak. Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam firman-Nya QS An-Nisaa’ (4 ), ayat 12 . Tetapi mengenai bagian hak waris istri dalam masa iddah tidak ada di jelaskan secara rinci didalam Al-Qur aan dan Hadis. KHI juga tidak mengatur hal tersebut.
Ayat ayat dari buku allah tentang wali Diatur menurut urutan turunnya Surat-surat dan disertai dengan penjelasan sederhana, serta kemampuan untuk mendengarkannya 4-An-Nisa 59Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah Al Quran dan Rasul sunnahnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.﴿59﴾يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا4-An-Nisa 83Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya akan dapat mengetahuinya dari mereka Rasul dan Ulil Amri. Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja di antaramu.﴿83﴾وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِّنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ ۖ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَىٰ أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنبِطُونَهُ مِنْهُمْ ۗ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا Tema: tafsir ayat qursi. Catatan Jumi Bintu Sahri Pembukaan oleh ustadzah Fadwa Nabila.. ‘amma ba'ad. Akhwatillah azizaat kenapa memilih membahas ayat qursi ? Kita ketahui bahwasanya Al Qur'an adalah Kalam Allah, Allah sampaikan Al Qur'an melalui Jibril alaihi salam.. Alquran Wali Allah Tidak Merasa Takut dan Bersedih. Foto Memberi nasihat merupakan anjuran agama ilustrasi. - Alquran menerangkan bahwa wali-wali Allah tidak merasa takut dan sedih. Hal ini karena wali-wali Allah adalah kekasih Allah. Hal ini dijelaskan dalam Surah Yunus Ayat 62 dan tafsirnya. اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. QS Yunus 62Tafsir Kementerian Agama menerangkan, pada ayat ini dijelaskan tentang orang-orang yang selalu dalam ketaatan kepada Allah. Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu yakni kekasih Allah tidak ada rasa takut atau kekhawatiran pada mereka terhadap apa yang akan mereka hadapi di akhirat, dan mereka tidak bersedih hati atas apa yang terjadi selama kehidupan di dunia. Pada ayat ini, Allah mengarahkan perhatian kaum Muslimin agar mereka mempunyai kesadaran penuh, bahwa sesungguhnya wali-wali Allah, tidak akan merasakan kekhawatiran dan gundah Allah dalam ayat ini adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa, sebagai sebutan bagi orang-orang yang membela agama Allah dan orang-orang yang menegakkan hukum-hukum-Nya di tengah-tengah masyarakat, dan sebagai lawan kata dari orang-orang yang memusuhi agama-Nya, seperti orang-orang musyrik dan orang tidak ada rasa takut bagi mereka, karena mereka yakin bahwa janji Allah pasti akan datang, dan pertolongan-Nya tentu akan tiba, serta petunjuk-Nya tentu membimbing mereka ke jalan yang lurus. Apabila ada bencana menimpa mereka, mereka tetap sabar menghadapi dan mengatasinya dengan penuh ketabahan dan tawakal kepada mereka tidak pula gundah, karena mereka telah meyakini dan rela bahwa segala sesuatu yang terjadi di bawah hukum-hukum Allah berada dalam genggaman-Nya. Mereka tidak gundah hati lantaran berpisah dengan dunia, dengan semua kenikmatan yang besar. Mereka tidak takut akan menerima azab Allah di hari pembalasan karena mereka dan seluruh sanubarinya telah dipasrahkan kepada kepentingan agama. Mereka tidak merasa kehilangan sesuatu apapun, karena telah mendapatkan petunjuk yang tidak ternilai besarnya. BACA JUGA Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Klik di Sini Misalnyakepada para nabi dan wali yang telah meninggal atau kepada orang yang masih hidup tetapi mereka tidak hadir. Mereka itu tidak memiliki manfaat atau mudharat, tidak mendengar do’a, dan kalau pun mereka mendengar tentu tak akan mengabulkan permohonan kita. Demikian seperti dikisahkan oleh Al-Qur’an tentang mereka.
403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID ShGjZqUfgjhOe3kaezD43rNnJnJCTOe1hXAQ6_obhlxkKtkMuzsf5g==
HEG6XW.
  • 7se88q2lnd.pages.dev/559
  • 7se88q2lnd.pages.dev/245
  • 7se88q2lnd.pages.dev/469
  • 7se88q2lnd.pages.dev/562
  • 7se88q2lnd.pages.dev/574
  • 7se88q2lnd.pages.dev/503
  • 7se88q2lnd.pages.dev/198
  • 7se88q2lnd.pages.dev/145
  • ayat tentang wali allah tidak mati